Fenomena Rangkap Jabatan di Lembaga Pendidikan, Elokkah?

Berita Opini53 Dilihat

WPdotCOM — Akhir-akhir ini, sering kita mendengar berita tentang seorang pemimpin yang merangkap jabatan. Kedengarannya sih oke-oke saja, tidak ada masalah.  Namun di balik kata-kata “rangkap jabatan” tersimpan berjuta makna.

Nampaknya frase rangkap jabatan, mengisyaratkan seorang tokoh yang superior dan mampu melaksanakan tugas rangkap, sehingga person tersebut tampak gagah berwibawa penuh dengan dedikasi yang nyata. Berbagai atribut kebanggaan menempel di pundaknya, walau tak kasat mata. Jago, kompeten, dan high class seolah jadi tontonan yang mewajibkan setiap kepala tunduk patuh pada pesonanya. Sungguh seorang yang wajib disegani dan dihormati, karena kepiawaiannya memangku sebuah jabatan rangkap.

Tapi, balik lagi sebagai manusia biasa ciptaan Allah SWT, bukankah manusia adalah makhluk yang sering lupa dan sering berbuat dosa, serta khilaf? Bagaimana pertanggungjawaban kelak di akhirat jika pada satu jabatan saja belum bisa adil, fokus, dan bersungguh-sunguh dalam menjalankannya? Apakah bisa rangkap jabatan sampai dua, tiga, atau empat sekaligus? Begitu istimewakah kita sehingga sanggup menerima amanah itu semua?

Mari pahami baik-baik, tujuan hidup kita adalah Allah SWT. Allah menciptakan manusia di dunia ini dengan kelebihan masing-masing. Tidak sama antara manusia satu dengan lainnya. Boleh jadi kita jago di satu bidang, tapi merasa kurang di bidang yang lain. Dan itu dimiliki oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya masing-masing.

Pikirkan, betapa kita zalim kepada orang lain apabila merangkap jabatan dengan tidak memberi kesempatan pada mereka. Sedangkan keilmuan mereka bisa jadi lebih jago dari kita. Ingat, dua kepala lebih baik dari satu kepala untuk berpikir bersama. Kesempatan untuk berdiskusi dan saling mengoreksi, terbuka luas untuk hasil kerja yang bagus dan maksimal.  Kemungkinan untuk korupsi, kolusi dan nepotisme, dapat dihindarkan karena ada hak saling mengawasi. Beban kerja lebih ringan karena tidak dipikirkan sendiri. Juga upaya untuk memperkaya diri, akan hilang karena tidak serakah dan silau pada jabatan yang menggiurkan.

Kehidupan memberi kita kesempatan untuk bermanfaat bagi orang lain. Bukan di dunia ini saja akan dimintai pertanggungjawaban, tapi di akhirat kelak juga akan sama. Malah tidak ada yang bisa disembunyikan di mata Allah.

Maka dari itu, marilah kita introspeksi diri sendiri. Jangan jadikan sesuatu yang tidak elok menjadi media atau alat pencitraan di mata manusia. Berat nanti urusannya.

 

Blibli.com
Blibli.com

Tinggalkan Balasan