WPdotCOM — Teknik dasar beladiri Minangkabau ini, biasanya diajarkan oleh Tuo Silek secara umum kepada anak sasian (murid). Adapun bentuk gerakan dan pola serangannya, diutamakan menggunakan anggota tubuh, kaki dan tangan.
Pada pemahaman lebih lanjut, sebenarnya dalam gerakan Silek Minang, seluruh anggota dan bagian tubuh dapat dijadikan alat penyerang. Tentu hal ini disesuaikan dengan arah dan sasaran yang dituju.
Adapun teknik dasar Silek Minang tersebut, pada bagian penggunaan tangan adalah, Teknik cucuak ciek jari (tusukan satu jari), Teknik cotok duo jari (tusukan dua jari), Teknik cakiak (cekik, menggunakan satu tangan dan dua tangan), teknik kalatiak (sambaran tangan), teknik kepoh (tepis menggunakan tangan), teknik manyiku (menyiku), teknik rangguik (renggut), teknik doroang, tundo, (dorong), teknik daga (hantaman menggunakan pang-kal telapak tangan), teknik sudu (sodokan menggunakan jari yang merapat lurus), teknik piuah (pelintir), teknik sambuik (menyambut serangan), teknik pakuak (bacok), teknik patah (patahan), serta teknik lapak (tamparan), dan teknik piciak (cubit atau jepitan jari).
sementara itu, pada teknik menggunakan kaki, antara lain teknik sipak, simbek, gayuang (sepak, tendang), teknik hantam jo lutuik (hantam dengan lutut) teknik tundo jo lutuik (dorong dengan lutut), teknik simpia (sapuan), teknik sipak balakang (tendangan belakang), dan teknik injak (injak), serta teknik hantam jo tumik (hantaman dengan tumit). Untuk teknik dasar pengunaan bagian tubuh, dalam silek minang juga didapati teknik sondak (menggunakan dorongan atau benturan kepala) dan teknik gigik (menggigit lawan), serta teknik goyang pinggua (goyangan pinggul).
Selain itu, Tuo Silek juga mengajarkan anak sasiannya kombinasi-kombinasi gerakan lain, yang lebih khusus dalam menghadapi lawan. Gerakan membanting lawan (mambantiang) dengan menggunakan kombinasi gerakan tangan dan kaki, turut menjadi materi utama. Seterusnya adalah kombinasi gerakan yang ditujukan untuk melakukan kuncian. Dan yang paling utama dari seluruh pembelajaran tersebut, adalah proses melepaskan diri dari bantingan dan kuncian yang dilakukan oleh lawannya.
Memahami penggunaan gerakan, alat penyerang dan cara menyerang serta bertahan dari serangan lawan, dikemas sedemikian rupa oleh Tuo Silek. Selain itu, waktu belajar yang ditentukan juga berbeda-beda oleh masing-masing Tuo Silek. Ada yang memilih waktu malam, tengah malam, dan ada yang siang hari. Pengaturan waktu itu selain disebabkan oleh waktu luang yang ada pada Tuo Silek, juga disesuaikan dengan jumlah anak sasiannya. Semakin banyak yang belajar padanya, maka Tuo Silek akan mengatur waktu yang lebih ketat.
Tidak seperti mengikuti pendidikan formal, belajar silek Minang tidak memiliki waktu yang tetap dan jelas. Begitu pula dengan tingkatannya, tidak sama dengan sistem beladiri moderen yang teratur pengelolaannya. Namun, bukan berarti pula proses pembelajaran yang diberikan oleh Tuo Silek tersebut tidak memiliki aturan.
Aturan yang ada dalam pembelajaran beladiri tradisi ini adalah nilai yang ditetapkan oleh si guru itu sendiri. Seorang Tuo Silek, akan mencermati sejauhmana perkembangan anak sasiannya, dalam menyerap dan mampu mengikuti pembelajaran yang diberikannya. Dari sisi waktu, materi ajar yang jadi ukuran apakah si anak sasian telah mampu menyelesaikan atau tidak. Dari sanalah semua ukuran yang ditetapkan oleh Tuo Silek kepada anak sasiannya.
Materi Pembelajaran Silek
Pembelajaran beladiri Minangkabau, menganut sistim yang berbeda dari sebagian beladiri lain. Silek Minang merupakan sebuah pelembagaan materi ajar yang berada pada dua sisi eksistensi manusia. Di sisi lahiriah, materi pembelajaran Silek Minang hampir sama dengan beladiri lain, yang mengajarkan pola langkah dan gerakan beladiri dari serangan lawan. Namun dari sisi lain, unsur pembelajaran kebatinan menjadi materi utama.
Sistem yang demikian, menjadi ciri keberadaan Silek Minang dari waktu ke waktu. Jadi seorang anak sasian tidak hanya dimatangkan olah ragawinya, namun juga dimatangkan mental dan kepribadiannya.
Namun, kebanggaan terhadap pola pendidikan batin yang ada dalam pembelajaran silek ini, menjadi sesuatu yang lama kelamaan tergerus oleh waktu. Berkembangnya sistem olahraga yang mengarah pada pencapaian prestasi di berbagai pertandingan dan kejuaraan, kadang membuat para tokoh silat lupa menyampaikan materi ajar di sisi kebatinan tersebut.
Karena hal yang demikian, pemahaman yang dangkal mulai muncul tentang keberadaan Silek Minang. Seakan beladiri ini sama dengan beladiri lain yang mengandalkan kekuatan lahiriah. Padahal, tujuan awal Silek Minang secara turun-temurun bukan saja untuk memperkuat barisan generasi yang kuat fisiknya, tetapi juga generasi yang terjaga kepribadian sesuai dengan perintah dan tuntunan agama Islam yang melandasinya. Pendalaman dan penyelarasan falsafah kehidupan, senantiasa ditanamkan dalam diri seorang anak sasian. Dengan demikian, semakin tinggi keterampilannya bersilat, akan semakin tinggi pula nilai-nilai moral yang tertanam. (ist)
Penulis: Nova Indra (pimpinan lembaga Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – P3SDM – Melati, penulis buku Membangun Kecerdasan Spiritual; Implementasi Filosofis Beladiri Minangkabau)