WPdotCOM — Meraut kata, menajamkan bathin dan raga. Demikian didikan yang kami terima, dari tanah penuh cinta. Tanah yang memberi kami hidup, tanah yang darinya tumbuh segala. Tanah yang memberi kehangatan pada jiwa-jiwa yang bergerak di keraknya.
Kami diajari banyak hal. Dalam pertumbuhan, kami dibimbing. Bukan hanya sekedar dijaga agar tiada digores luka, atau dari teriknya mentari, dan mengerikannya kelam di malam hari.
Kami dididik dengan santun, dengan senyum dan kemanjaan. Tidak pernah ada hardikan dan bentakan suara meninggi. Kami akan langsung tahu, bila mata-mata mereka para tetua menatap lebih lama. Tandanya ada salah janggal yang merupa.
Membangun karakter, kami lalui dengan ungkapan yang tidak menyakiti. Kami pelajari dan dalami dengan kesungguhan akal budi.
kalau niat lurus dan bulat
tajamkan mata dalam melihat
nyaringkan telinga dengar amanat
Setiap jiwa dibina untuk menajamkan batin. Setiap gerak-gerik alam, menjadi bagian dari sekolah yang selamanya terlalui dengan hati. Otak kami hanyalah sekedar pelengkap, tempat akal diletakkan, bukan sebagai alat pengendali. Budi kami letakkan jauh di dasar nurani. Penyempurna ‘rasa’ setiap liku kehidupan yang dijalani.
Kami tidaklah menuhankan batin. Namun diajari memurnikannya untuk dijadikan tempat berlabuh segala kebaikan. Walau kadang, ada titik-titik keabuan yang sempat singgah. Wajarlah kiranya, karena kami manusia. Insan tempat bersarangnya kealpaan, tapi tak bangga dengan hadirnya kesalahan.
Ketika beranjak remaja, raga pun dilatih agar lebih peka terhadap gejala dunia. Satu demi satu pelajaran ragawi, mestilah menjadi bagian dari kisah hidup yang tak semua dapat dituliskan untuk dibaca. Lelah? Merasa sakit? Tentu saja. Namun itulah cara bagi kami untuk mendewasakan diri dengan ragam makna.
Kami tiadalah pongah. Tiada menggulung lengan baju, menepuk dada di hadapan semua. Semua adalah demi pelajaran untuk hidup. Pelajaran untuk meneruskan langkah di masa yang tak kami tahu buruk baiknya.
apalah petuah amanah hamba
petuah amanah para tetua
yang berketurunan jadi pusaka
Kami masih memegang teguh silat kata, walau kami bukan lemah bersilat raga. Bagi kami, sepanjang hari tiada lupa meraut aksara. Agar selalu mampu merasuk jauh ke relung jiwa. Karena dengannya, setiap jiwa akan merasakan perolehan dan pengajaran. Hingga tiba di titik bahagia. (*)
(Bagian dari bab pembuka dalam buku Pendidikan Karakter Anak Melayu – Penulis Nova Indra)