WPdotCOM — Generasi muda Indonesia, para siswa yang dididik oleh guru di sekolah, termasuk pengguna internet terbesar saat ini. Karena itu, pasti saja ada kekhawatiran jumlah generasi muda (siswa SD-SMA) yang doyan mengakses internet. Menurut data yang ada, kurang lebih 70 juta orang, dengan beragam persoalan yang sering terjadi.
Presiden RI Joko Widodo saat Sidang Tahunan MPR RI 2018 lalu, secara spesifik mendorong institusi pendidikan segera beradaptasi di era revolusi industri 4.0. Fokus untuk memantapkan kemampuan literasi digital. Hendaknya dilakukan dalam skala nasional, secara komprehensif dan sistematis. Kedewasaan, kecakapan, dan keamanan dalam menggunakan media digital, sangat perlu diperjuangkan khususnya bagi generasi emas bangsa ini.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2017-2019, jumlah pengaduan anak terkait pornografi dan kejahatan siber sebanyak 1.940 kasus. Rincian anak jadi korban kejahatan seksual di internet 329 anak, pelaku kejahatan seksual di internet 299 orang. Kasus anak korban pornografi di internet 426 orang, pengaduan anak kepemilikan media pornografi dari media sosial sebanyak 316 orang, anak korban perundungan di media sosial 281 orang, dan anak pelaku perundungan di media sosial 291 orang.
Melihat semua itu, siswa butuh perhatian serius untuk menepis gejolak era transformasi digital sejak dini. Fakta membuktikan, masalah serius dalam kehidupan generasi abad 21 ini pada penyimpangan media digital. Siswa rentan akan pemakaian media digital yang berlebihan. Mulai dari mengakses, menonton konten negatif, ujaran kebencian, radikalisme daring, serta eksploitasi seksual dan pornografi.
Berbagai regulasi dan sosialisasi telah disiapkan Kemenkominfo dalam bentuk media konvensional dan digital. Namun, belum masuk ke ranah pendidikan di yang terstruktur dan sistematis. Mengapa belum masuk dalam muatan kurikulum pendidikan sekolah? Kolaborasi Kemenkominfo dan Kemendikbud, saat ini lagi diproses dan ditunggu seluruh rakyat Indonesia.
Makna dan Pentingnya Literasi Digital
Buku Materi Pendukung Gerakan Literasi Digital, diterbitkan Kementerian Pendidikan Nasional 2017. Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997) menyebutkan literasi digital sebagai kemampuan untuk memahami, merangkai, dan menggunakan serta menyebarkan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas, yang diakses melalui piranti komputer.
Kompas, 22 Januari 2020 menyebutkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi digital dalam mencari, memahami, dan mengevaluasi, serta menciptakan sampai mengomunikasikan informasi kepada orang lain.
Literasi digital merupakan sarana penting di dunia modern. termasuk dalam proses pendidikan di sekolah. Teknologi digital mengantar siswa untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan memperlancar beragam kompetensi materi pembelajaran. Siswa diharuskan mampu menggunakan bentuk literasi digital. Dalam hal ini merancang, menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Di sini, kemampuan berpikir kritis dibekali, agar mampu melihat dampak positif dan negatif dari penggunaan teknologi.
Bila siswa kurang kompetensi literasi digital, secara global akan tersisih dalam persaingan hidup. Akan sulit memperoleh pekerjaan, kualitas hidup rendah, dan timbul gejolak remaja lainnya. Asupan literasi digital harus diberi, agar pola pikir dan pandangan mereka kritis dan kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Sehingga di sekolah dan masyarakat akan cenderung aman dan kondusif.
Tata Kelola Kegiatan Literasi Digital
Dalam buku Panduan GLS dari Kemendikbud dijelaskan, tata kelola gerakan literasi digital di sekolah yaitu, Pertama, peningkatan jumlah pelatihan literasi digital bagi kepala sekolah, guru, dan pendidik. Kedua, intensitas pemanfaatan literasi digital dalam pembelajaran meningkat. Ketiga, meningkatnya pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
Budaya sekolah yang diharapkan dalam literasi digital, antara lain, 1) Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital; 2) Frekuensi peminjaman buku bertema digital; 3) Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan Informasi; 4) Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman; 5) Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan 6) Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, e-rapor, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah).
Perluasan sumber belajar yang disiapkan antara lain, a) Penyediaan komputer dengan perangkat internet di sekolah, dan b) Penyediaan informasi melalui media digital. berupa layar dan papan informasi digital untuk update informasi terbaru.
Penguatan tata kelola menjadi penting dalam literasi digital di sekolah, yaitu, untuk pengembangan sistem adminstrasi secara elektronik (administrasi-e). Sekolah mengembangkan sistem administrasi secara digital. Selanjutnya, pembuatan kebijakan sekolah tentang literasi digital yang dapat mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan inovatif. Misalnya, guru diwajibkan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, menggunakan aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang tua, mengimbau peserta didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan akses gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, serta mengelola perpustakaan sekolah dengan memanfaatkan teknologi dan media digital, dan mengelola sarana prasarana tentang teknologi yang baik dan berkala.
Tantangan Sumber Daya Manusia (Guru)
Membaca harian Kompas, Jumat 17 Januari 2020, dari 51 juta siswa Indonesia baru 10 persen yang siap dengan dunia digital. Sementara guru sebagai ujung tombak literasi digital belum mendapat pembekalan atau pelatihan menyeluruh tentang literasi digital. Kita berharap kolaborasi Kemenkominfo dan Kemendikbud agar pembekalan atau pelatihan guru menjadi prioritas secara menyeluruh, bukan hanya guru komputer di sekolah saja, karena semua pendidik di pelosok daerah sudah menggunakan komputer. Guru juga harus dilatih untuk menjadi produser konten berupa menulis blog dan buku digital. Karena pendekatan pembelajaran abad 21 mengharuskan berpikir kritis, cakap teknologi, cerdas strategi belajarkan siswa, mengikuti perkembangan, selalu kreatif, reputasi, dan berprestasi.
Gaya Generasi Milenial
Sebagai generasi milineal, siswa saat ini tumbuh dengan akses teknologi digital tanpa batas. Turut berpengaruh pada pola pikir dan gaya belajar. Gaya belajar ikut irama teknologi digital. Bahkan merespon informasi saat pembelajaran di kelas beragam sikapnya saat ini. Faktor akses literasi digital mulai keluarga dan masyarakat dalam interaksinya, ikut memengaruhi model atau strategi pembelajaran guru di kelas.
Untuk itu butuh metode atau cara baru agar siswa di era digital perlu konsep atau aliran teori, yang nantinya menjadi bekal pemahaman baik siswa, terutama guru-guru di sekolah, kepala sekolah, tenaga literasi sekolah, orang tua, serta masyarakat melalui buku-buku seri literasi digital terbitan Kemenkominfo. Antara lain, Kerangka Dasar Literasi Digital, Mendidik Anak di Era Digital, Jadi Gamer Cerdas, Literasi Digital Keluarga, dan seri lainnya, agar apa yang dipelajari bermanfaat.
Menanti Muatan Kurikulum Literasi Digital 2021
Membaca Kompas,17 Januari 2020 dan 22 Januari 2020, nyata bahwa literasi digital akan mulai digerakkan bersama. Kementrian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan telah mengupayakan pelatihan guru tentang literasi digital, untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan aktualisasi diri siswa
Sementara Kemenkominfo dan Kemendikbud, sedang menyusun kurikulum pelajaran informatika agar tidak hanya mencakup kompetensi teknis, tetapi memasukkan aspek literasi digital untuk siswa SD, SMP, SMA. Kurikulum informatika muatan literasi digital bagi siswa ini lagi disempurnakan. Tahun depan pendidikan literasi digital yang terstruktur dan sistematis, ditargetkan masuk ke ruang-ruang kelas untuk mendidik generasi muda agar kebal menghadapi paparan manipulasi informasi era digital.
Dengan demikian, literasi digital akan seperti negara maju yang sangat kritis dalam dunia informasi. Negara dengan daya tahan tinggi menangkal disinformasi yang memiliki demokrasi berkualitas. Semoga tahun depan menjadi tahun penuh kekuatan untuk bangsa ini dalam meramu kekuatan literasi digital demi menjawab tantangan digitalisasi dalam memerangi virus hoaks dan kejahatan informasi lainnya bagi generasi emas bangsa kita.
Diharapkan agar literasi digital tetap menciptakan hubungan yang komunikatif dan harmonis di keluarga sampai di sekolah. Di rumah bersama orang tua tetap akur dan akrab. Sementara di sekolah, siswa serius mendengar petunjuk atau arahan menggunakan literasi digital.
Pengalaman penulis mengajar Bahasa Indonesia, mewajibkan 240 siswa bawa ponsel tiap hari. Mengingat sumber belajar terbatas di sekolah. Mereka begitu tenang walau satu dua orang keluar dari tujuan pembelajaran yang dirancang. Setelah itu mereka merancang sendiri aksi belajar. Saat itu terlihat begitu jelas lompatan gaya belajar yang cepat dan lambat. Bukan hanya ponsel, tapi kolaborasi dengan buku pelajaran. Siswa menjelajah materi dengan leluasa, sambil diarahkan guru agar melewati konten berbau porno, atau yang tidak bernilai edukasi.
Data pengamatan, 90 persen siswa menciptakan konten produktif, menyelesaikan tugas atau kegiatan dengan tidak membuat kekacauan seperti menebar kebencian, menebar hoaks, pornografi atau aplikasi berbahaya lainnya. Nilai Ujian Nasional Berbasis Komputer selalu mendapat kualifikasi B. Tugas berupa video, wawancara, drama, pidato, desain poster, dan laporan kegiatan, penulis arsipkan dengan baik. Dan saat penerimaan laporan hasil belajar, menjadi sumber hiburan edukatif bagi orang tua dan wali siswa.
Melihat semua itu, literasi digital sekolah harus dikembangkan sebagai mekanisme pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum, atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, dan guru perlu ditingkatkan pengetahuan dan kreativitasnya dalam proses pengajaran literasi digital. Kepala sekolah juga perlu memfasilitasi guru atau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah.
Sumber bacaan:
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017) Panduan Gerakan Literasi Nasional,
- Harian Kompas,17 Januari 2020, Bekali dan Latih Guru Literasi Digital; halaman 9.
- Harian Kompas, 22 Januari 2020, Literasi Digital Bakal Masuk Kelas; halaman 1
- Dyna Herlina S, dkk (2018), Seri Literasi Digital Japelidi, Samudra Biru.
Penulis: Adrianus Bareng,S.Pd (Guru SMPK Frater Maumere, Flores – NTT)