Guru Wajib Menyusun Karya Tulis sebagai Prasyarat Kenaikan Pangkat, Sudah Matching?

Berita Opini805 Dilihat

WPdotCOM — Guru wajib melaksanakan penelitian tindakan. Bila tidak melaksanakan kegiatan penelitian, tidak akan bisa naik pangkat. Begitu kegalauan dan kegundahan para guru khususnya guru ASN.

Kegalauan itu sering terjadi di saat guru mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan penelitian tindakan. Baik dari sisi kajian teori, tata tulis, metode penelitian, dan mungkin pembagian waktu yang sulit antara kegiatan mengajar dan penelitian.

Namun, hati saya masih terasa galau melihat ada sebagian teman-teman guru yang sangat sulit dalam membuat karya tulis. Semua itu disebabkan karena teman-teman guru telah memvonis dirinya tidak sanggup untuk menulis karya ilmiah sebelum mencobanya. Banyak di antara mereka yang mengaku kalah sebelum bertempur.

Sebenarnya, ada delapan resep yang akan membuat guru mampu membuat karya tulis. Resep yang pertama adalah memahami profesinya sebagai guru. Kedua, rajin membaca buku. Ketiga, rajin berlatih menulis. Keempat, menghargai waktu dengan baik. Kelima, tidak terjebak rutinitas kerja. Sedangkan resep keenam, lebih kreatif dan inovatif. Ketujuh, mau meneliti, dan kedelapan, memahami PTK yang bertujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru.

Bila delapan resep ini telah menyatu dalam pikiran guru, saya yakin tak ada guru di Indonesia yang terhambat kenaikan pangkatnya karena tak mampu untuk membuat karya tulis. Di lapangan kebanyakan guru mengalami kendala karena merasa kesulitan untuk membuat karya publikasi ilmiah maupun karya inovatif. Sehingga banyak guru yang terpaksa pasrah menyerah untuk memilih tidak naik pangkat, dari pada harus kerepotan membuat karya tulis ilmiah atau karya inovatif.

Namun ada juga yang terpaksa menghabiskan dana cukup besar untuk secara pribadi “memanggil” ahli atau pakar penelitian. Dengan modal itu diperolehnya pembimbingan secara pribadi sampai berhasil membuat karya tulis ilmiah berupa penelitian, atau pun jenis publikasi ilmiah lainnya. Berdasarkan cerita di lapangan, beberapa guru yang terpaksa memanggil jasa bimbingan karya tulis ilmiah itu, bisa menghabiskan anggaran lima juta sampai delapan juta rupiah untuk satu karya publikasi ilmiah.

Mulai dari bimbingan metoda penelitian,tata tulis, sampai pada penyusunannya, semua pembiayaan ditanggung guru secara pribadi. Semata-mata agar mampu memenuhi ketentuan regulasi, yang mengharuskan membuat karya publikasi ilmiah bagi guru bila ingin naik pangkat.

Beberapa pihak juga ada yang mengambil kesempatan ini untuk kepentingan komersial. Berlomba-lomba mendirikan jurnal untuk menampung karya ilmiah guru-guru. Meskipun jurnal yang dibuat dan dicetak sebenarnya hanyalah arisan dari beberapa guru. Dalam arti bukan menampung hasil tulisan ilmiahnya saja, tetapi juga menampung pembiayaan untuk ongkos penerbitan. Artinya, jurnal yang diterbitkan diisi dan sekaligus dibiayai sendiri oleh guru yang bersangkutan. Satu jurnal bisa saja mencapai ongkos dua juta hingga tiga juta rupiah untuk sekali terbit bagi setiap guru. Anehnya, ongkos seberapapun rupanya tidak begitu masalah, yang penting karya ilmiahnya dapat terpublikasi, apalagi tanpa seleksi.

Sebagai rekomendasi untuk para guru yang ingin mendatangkan narasumber untuk membimbing membuat karya tulis, membuat buku, membuat artikel penelitian, silahkan menghubungi Jurnal Pendidikan dan Budaya Warta Pendidikan. Dengan hotline 0819671090, e-mail:redaksiwartapendidikan@yahoo.com, atau  bisa cek di www.jurnal-ilmiah.com.

Mengapa saya merekomendasikan Warta pendidikan? Karena jurnal yang diterbitkan bertaraf nasional, biaya terbitnya murah, dan biaya untuk menghadirkan tim Warta Pendidikan memberikan pelatihan juga sangat terjangkau. Karena tim Warta Pendidikan adalah tim yang peduli dengan pengembangan kualitas pendidikan.

Pertanyaannya selanjutnya adalah, sebenarnya haruskah seorang guru patut diberi kewajiban untuk melakukan sebuah penelitian? Serta patutkah keharusan menulis karya penelitian ini menjadi syarat mutlak guru untuk usul kenaikan pangkat? Sementara ada beberapa problem yang mengitarinya bila guru harus dipaksa membuat karya tulis penelitian seperti tergambar pada pengantar masalah di depan. Apakah tupoksi guru dalam melaksanakan kewajibannya termasuk di dalamnya adalah penelitian?

Menurut perundang-undangan, tugas pokok guru sebenarnya ada lima poin yang penting. Yakni, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi, menganalisis, dan melakukan tindak lanjut. Artinya, guru tidak boleh melalaikan kewajiban lima hal tersebut.

Merencanakan berarti harus melakukan penyusunan rencana pembelajaran yang dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kemudian dari rencana yang telah disusun kemudian dilaksanakan, dievaluasi, dianalisis dan ditindaklanjuti.

Bila lima hal tersebut sudah dilaksanakan oleh seorang guru, maka sebenarnya tugas guru sudah selesai. Dalam pengertian, setelah semua selesai, guru punya hak untuk tidak mendapatkan kendala.

Masalah menjadi timbul ketika ada keharusan kenaikan pangkat melalui kegiatan penelitian. Di mana penelitian ini lebih tepat menjadi kewajiban dosen di perguruan tinggi. Sehingga sebenarnya perlu dievaluasi sebuah regulasi yang kurang pas terhadap tupoksi sebenarnya dari seorang guru. Bahwa ada beberapa guru yang ingin mengembangkan potensinya melalui penelitian, tentu perlu diberi apresiasi.

Tetapi menjadikan penelitian sebagai syarat yang harus dipenuhi, tentu menjadi permasalahan di samping karena kompetensi meneliti itu sesungguhnya bukan domain guru, pemaksaan regulasi semacam ini di lapangan ternyata banyak mengundang masalah.

Mulai dari penelitian abal-abal sampai komersialisasi biro jasa penelitian. Kadang bila tidak diwaspadai dengan baik, akan muncul pola-pola asal jadi dan lahirnya sindikat-sindikat yang sesungguhnya tidak matching dengan tujuan dari kegiatan penelitian itu sendiri.

Akhirnya, membuat karya ilmiah berupa penelitian memang sebuah karya yang bernilai cukup bagus apabila kegiatan ini dilakukan dengan cara yang benar dan berkualitas. Bukan sekadar memenuhi regulasi semata-mata. Akan tetapi mengharuskan di tengah kesiapan dan kondisi guru yang masih belum sepenuhnya mapan untuk melaksanakan tupoksinya, mewajibkan guru membuat penelitian sebagai prasyarat juga perlu ditinjau.

Penulis: Viktor Rema Gare (Kepala SMPN 2 Bajawa Utara, Kab. Ngada NTT)

Blibli.com
Blibli.com

Tinggalkan Balasan