Saya dan Kesenian, Bangga Menjadi ‘Bujang nan Jolong Gadang’

Berita Opini92 Dilihat

WPdotCOM — Saya Akhrimbi Muhammad, yang akrab disapa Rimbi, saya adalah anak pertama dari dua bersaudara, adik saya sekarang masih duduk di kelas 3 SMP.

Kami berasal dari keluarga kecil yang sederhana. Ayah adalah seorang tukang ojek dan ibu kami seorang petugas cleaning service di kampus ISI Padang Panjang. 17 tahun yang lalu saya dilahirkan di Kota Padangpanjang, tepatnya hari Jumat Subuh di tanggal 13 Juli 2001.

Kota ini memiliki julukan Kota Serambi Mekah, yang juga dikenal sebagai Mesir Van Andalas (Egypte Van Andalas). Sebuah kota dengan luas wilayah terkecil di Sumatera Barat dan ketiga terkecil di Indonesia, tapi sangat terkenal dengan adat dan budayanya. Sedikit banyaknya saya mengetahui sejarah tentang kota yang luasnya 23 km2 ini. Resmi menjadi sebuah kota pada tahun 1950 sebagai salah satu kota praja di Indonesia. Tidak heran jika di kota ini banyak terlahir orang-orang hebat. Menyandang nama sebagai Kota Pendidikan, saya ikut bangga karena saya bagian dari kota ini.

Di kota ini terdapat Perguruan Diniyyah Puteri. Semua orang pasti tak asing dengan sekolah tersebut, yang menjadikan Padang Panjang sebagai kota yang menjadi tempat berdirinya sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Institusi ini telah mendapat pengakuan di kancah internasional. Selain itu, di daerah ini juga terdapat salah satu institusi seni yang pada awalnya adalah satu-satunya institusi yang berada di luar Pulau Jawa.

Sekarang saya duduk di kelas XI SMA N 2 Padang Panjang. Sehari-hari, selain belajar juga aktif mengikuti beberapa kegiatan seperti OSIS, Pramuka, PIK-R, dan juga sebagai ketua kesenian di sekolah. Kecintaan pada seni mengalahkan segala-galanya. Dengan belajar otodidak dan juga bergabung di Sanggar Seni Alang Bangkeh semenjak umur 13 tahun membuat ketertarikan saya terhadap seni jadi semakin kuat. Terkadang saya juga kewalahan untuk menerima job-job, dan tak jarang harus libur sekolah demi dunia seni yang ditekuni.

Saya sering tampil di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM). Dengan bekal seni saya yang masih minim, tetapi dibandingkan dengan teman sebaya saya, saya mempunyai nilai lebih dari mereka.

Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM), merupakan miniatur perkampungan minang yang memiliki pusat dokumentasi dan informasi seni di kota ini. Sangat bangga sebagai bujang nan jolong gadang (anak lelaki yang baru tumbuh remaja) dapat tawaran untuk mengisi acara-acara di kota ini.

Dukungan moril dan materil dari Abak (panggilan ayah saya) dan Ande (ibu) merupakan motivasi yang sangat kuat untuk saya bisa berhasil, bisa memberikan sesuatu untuk keluarga yang saya cinta. Dan Dinda, adik perempuan yang membuat saya harus menjadi kakak yang tegas dan berani untuk menjaganya.

“Impian memang tidak menjamin kesuksesan, tetapi tanpa impian kita tidak akan meraih kesuksesan yang sesungguhnya”, itulah kata-kata yang telah memotivasi diri saya untuk terjun ke dunia seni, karena saya ingin menjadi seorang seniman yang sukses.

Sehari-hari rutinitas saya sebagai pelajar cukup melelahkan. Pilihan mengambil jurusan MIPA, cukup menguras otak dan fikiran saya. Tidak seimbang rasanya pelajaran yang merupakan hobi saya hanya dapat dipelajari 2 jam pelajaran dalam seminggu. Walaupun begitu saya tetap melatih bakat seni saya di Sanggar Seni Alang Bangkeh yang merupakan tempat belajar sekaligus menjadi keluarga kedua bagi saya. Di Sanggar, saya dibekali berbagai hal seperti kesenian, etika dan tata krama di minangkabau, ilmu beladiri, dan hal-hal yang tidak bisa saya peroleh di sekolah. Disana saya diajarkan cara memainkan alat musik tradisional dari minang seperti talempong, gandang, tasa, bansi, sampelong dan juga alat musik lain seperti gitar, jimbe, darbuka, dan keyboard. Saya juga diajari bagian-bagian tari seperti pitunggua (kuda-kuda), dan gerakan dasar tari. Satu hal yang sangat menarik bagi saya yaitu saya juga mempelajari adat istiadat minangkabau yang merupakan bekal bagi seorang pemuda minang.

Kalau disuruh memilih antara musik dan tari, saya lebih memilih memperdalam bakat di bidang musik, karena prestasi saya lebih banyak di bidang musik daripada bidang tari. Karena pernah mengikuti FLS2N bidang Karawitan/Musik Tradisional pada tahun 2016. Walaupun saya hanya lolos sampai ke Provinsi, tetapi itu adalah pengalaman yang tidak  terlupakan. Saya juga sering mengikuti lomba-lomba yang berhubungan dengan kesenian lain seperti lomba randai, lomba musik perkusi barang bekas, lomba tari dan lomba teater. Tidak jarang saya mendapatkan juara di saat perlombaan tersebut, seperti Juara 1 Randai tingkat SLTA se Sumbar di ISI Padang Panjang, Juara Terbaik di Festival Randai tingkat Umum se Sumbar di Kota Payakumbuh, Juara 3 dalam lomba Kegiatan Pemilihan Media Tradisional Terbaik se Sumbar, semua ini terdokumentasi dengan sertifikat yang saya peroleh. Dan pengalaman pertama saya pergi ke negara lain untuk berkesenian saat masih duduk di kelas 3 SMP, yaitu ke Negri Jiran Malaysia. Saya disana menampilkan kesenian-kesenian tradisional Minangkabau, sangat bangga rasanya memperkenalkan salah satu budaya dari Indonesia ini di negara luar, dan saya ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa kesenian dan kebudayaan di Indonesia itu sangatlah beragam dan bisa bersaing di kancah internasional.

Saya juga sering ikut serta dalam acara-acara apresiasi seni di ISI Padang Panjang. Dengan menghadiri acara-acara seperti itu, kecintaan terhadap seni semakin mendalam dan menjadikan saya haus akan ilmu tentang seni dan budaya. Saya pernah menjadi seorang pelatih musik dan randai di sebuah sekolah, walaupun bayarannya hanya sebatas makan dan minum, tetapi saya tetap merasa bahagia dan bangga karena dapat berbagi ilmu dan menyebarkan virus seni kepada siswa-siswa yang belum pernah melakukan kegiatan kesenian.

Kendala yang saya hadapi selama ini adalah kurangnya fasilitas, seperti susahnya mendapatkan alat musik yang ingin dipelajari. Saya pernah berfikir untuk membeli sebuah saxophone, tetapi niat itu saya urungkan karena uang yang dikeluarkan untuk membeli saxophone tersebut tidak sedikit dan keuangan keluarga saya yang tidak memadai.

Salah satu tokoh kesenian yang saya kagumi adalah seorang Seniman Indonesia yang multitalent yang menguasai banyak bidang kesenian yaitu bapak Gregorius Djaduk Ferianto atau yang lebih popular dengan nama Djaduk Ferianto. Beliau sangat memotivasi diri saya, karena beliau menguasai berbagai macam bidang kessenian seperti bermain musik,menari,dan berakting. Beliau juga memperoleh banyak bentuk penghargaan seperti meraih Kreativitas terbaik dalam Festival Akustik se-Jawa Tengah dan DIY, dinobatkan sebagai Pemusik Kreatif oleh PWI cabang Yogyakarta, Juara 1 Musik Humor Tingkat Nasional, dan masih banyak lagi penghargaan yang lain.

Selain itu, bapak Djaduk Ferianto juga merupakan pendiri kelompok kesenian Kua Etnika yang sudah beliau dirikan sejak tahun 1995. Saya sangat tertarik pada salah satu karya beliau yang ditampilkan dalam acara Festival Jazz Gunung. Saya sangat menyukai setiap nada-nada yang dimainkan oleh para musisi di Festival Jazz Gunung tersebut. Serta pada konser beliau bersama Kua Etnika yang berjudulkan TETABUHAN. Disana beliau menggabungkan musik-musik tradisional dengan musik moderen dan musik elektro.

Saya mengetahui program Belajar Bersama Maestro ini dari teman saya, ketika sama-sama latihan menari. Saya berminat mengikuti kegiatan ini karena saya ingin memperdalam pengetahuan saya tentang kesenian dan kebuadayaan yang ada di Indonesia. Saya ingin mendapatkan ilmu yang tidak saya peroleh di sekolah dari bapak Djaduk Ferianto. Saya beharap dapat mengikuti program ini untuk menambah pengalaman serta dapat membagikan dan mengajarkan ilmu yang saya peroleh dari beliau kepada generasi penerus bangsa yang sudah terlarut dalam era globalisasi, yang lebih mengenal kesenian dan kebudayan asing daripada yang ada di Indonesia.

Penulis: Akhrimbi Muhammad (Siswa SMAN 2 Padangpanjang)

Blibli.com
Blibli.com

Tinggalkan Balasan