WPdotCOM — Kita perlu mengapresiasi program pemerintah tentang program Nawacita. Satu salah dari program itu adalah Indonesia Pintar, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini jelas bahwa pendidikan memiliki peran penting terhadap kemajuan suatu bangsa, karena pendidikan tentunya sangat berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Fakta yang terjadi di masyarakat, adalah maraknya berbagai fenomena dan berbagai kasus yang dilakukan anak bangsa, dengan status dalam proses pendidikan seperti tawuran, begal, seks bebas. Fenomena ini tampaknya terus terjadi. Sehingga pemerintah hadir untuk mengantisipasi semua ini.
Lahirnya pendidikan karakter, serta adanya kebijakan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 2017, merupakan bukti konkret solusi yang diberikan pemerintah dengan melibatkan keluarga dalam pendidikan anak. Lahirnya pendidikan karakter dan kebijakan tersebut, merupakan upaya penyadaran dan penekanan kepada masyarakat khususnya orang tua, untuk memperhatikan pendidikan anak-anak di keluarga bersinergi dengan tempat di mana anak-anak menimba ilmu. Keluarga berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan guna mencapai tujuan pendidikan nasional.
Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 10 menyatakan, pendidikan menyelenggarakan tiga bidang, yaitu informal, nonformal, dan formal. Pendidikan yang berada di dalam keluarga disebut dengan pendidikan informal. Dalam Pasal 1 ayat 13 disebutkan, “Pendidikan informal adalah pendidikan keluarga dan lingkungan”.
Jadi, dalam undang-undang tersebut, keluarga termasuk dalam satuan pendidikan. Maka orang tua sebagai pendidik dan anak-anak sebagai anak didik. Dengan demikian, jika anak telah dimasukkan dalam suatu sekolah, seharusnya orang tua tidak melepaskan seluruh tanggungjawab pendidikan pada satuan pendidikan. Tetapi juga harus berperan aktif dalam mendidik anak di rumah.
Keluarga adalah sekolah pertama anak-anak sebelum memasuki jenjang pendidikan formal. Dalam keluarga inilah anak mendapatkan pendidikan dasar dari orang tuanya. Baik itu pendidikan spiritual, sosial, karakter, dan lainnya. Pendidikan itu bisa diperoleh melalui pengajaran langsung orang tuanya maupun kebiasaan-kebiasaan yang dilihat dan dirasakan oleh anak-anak. Orang tua bukan hanya memberikan kewajiban berupa sandang, pangan, dan pakaian. Tetapi juga memberikan pendidikan yang terbaik dan layak kepada anak-anak.
Anak-anak dan orang tua, memiliki hubungan emosional yang dekat. Otomatis orang tua memperlihatkan watak sebenarnya pada anak-anak mereka. Pengajaran dan sikap yang diperlihatkan pada anak menjadi out-put kepribadian sang anak. Sering dikatakan bahwa anak merupakan cerminan dari orang tua.
Di samping itu, maraknya perkembangan teknologi dan informasi terkini, seyogyanya menjadi sarana efektif bagi orang tua dan bagi dunia pendidikan umumnya, untuk memanfaatkannya dengan maksimal. Jika tidak bijak, maka gadget akan dapat menghilangkan fungsi sebagai orang tua dan menggantikan posisi guru dalam proses belajar. Sudah menjadi kasus secara umum dalam keluarga di mana-mana anak-anak lebih asik, lebih dekat dan melekat dengan gadget. Baik di rumah, sekolah, tempat ibadah, pusat belanja, kendaraan, dan lain-lainnya.
Pada sisi yang lain, kadang orang tua memberikan keleluasaan sebesar-besarnya pada anak untuk menggunakan gadget dengan alasan supaya anak tidak rewel, atau agar orang tua tidak diganggu dengan pekerjaannya. Apalagi mengiming-imingi anak belajar dengan gadget bukanlah suatu hal yang bijak. Jika anak sudah candu dengan gadget, yang terjadi adalah anak sulit dikontrol. Anak akan lupa kewajiban untuk belajar. Hari-harinya hanya akan diisi dengan gadget. Konsekuensinya adalah perkembangan sosial, intelektual dan emosionalnya tidak berkembang dengan maksimal. Belum lagi gangguan kesehatan yang disebabkan oleh radiasi bias dari gadget yang berlebihan.
Bukan mengada-ada. Kini, bisa disaksikan di mana-mana, anak-anak di masyarakat kita sangat berbeda. Hari-hari mereka sangat dekat dengan gadget. Sehingga waktu makan, istrahat, dan belajar tidak terjadual. Bahkan orang dewasa dan orang tua sekalipun tidak luput dari korban penyalahgunaan gadget. Dalam beberapa situs, ada beberapa dampak buruk memberikan gadget pada anak. Pertama, anak bisa terpengaruh buruk internet, rentan menjadi korban dari predator yang berkeliaran di internet, atau terjadinya bullying di dunia digital. Kedua, memengaruhi perkembangan otak anak. Ketiga, membuat anak menjadi malas bergerak, sehingga sistem motoriknya lamban untuk berkembang. Keempat, memengaruhi perkembangan mental dan sosialnya. Anak yang kecanduan internet dan gadget tidak bisa bersosialisasi dengan baik, sehingga ia tidak memiliki teman bermain. Kelima, membuat anak ketergantungan terhadap gadget, sehingga dia tidak bisa mandiri dalam masalah. Keenam, anak menjadi lamban berpikir.
Anak yang cenderung berbuat di luar ambang batas kewajaran, maka dapat dipastikan ada aspek-aspek tertentu yang tidak tersentuh oleh orang tuanya. Hal ini tentunya disebabkan kurangnya perhatian, hubungan emosional, dan pengawasan. Maka anak mencari itu semua di luar keluarganya. Nah, pada akhirnya ia akan berjumpa dengan orang-orang yang tidak benar, bersentuhan dengan barang haram, serta melakukan tindakan krimininal.
Sedangkan anak-anak yang hebat dapat dipastikan ada orang tua hebat, yang selalu bersama mereka. Orang tua yang selalu mengarahkan dan membimbing mereka kepada hal yang baik. Dengan adanya perhatian, hubungan emosional yang selalu terjaga, dan pengawasan yang baik, maka akan tertanam kepribadian yang baik pada sang anak. Tertanamnya kepribadian baik pada anak, akan mengurangi kekhawatiran orang tua. Karena sudah ada perisai dalam diri mereka, yang membentenginya jika ada pengaruh buruk yang datang dari luar.
Melihat berbagai fenomena tindakan negatif yang dilakukan oleh anak-anak dalam usia belajar, maka sangat penting bagi orang tua memberikan perhatian yang lebih terhadap pendidikan anak. Pencegahan dini yang efektif, adalah tidak meletakkan gadget sembarangan, jangan membiasakan, memanjakan, mengiming-imingi, dan bermain gadget di depan anak-anak.
Penulis Deni Yuliadi (Guru Mapel Olahraga SMAN 2 Padangpanjang)