WPdotCOM — Seorang pesilat di Minangkabau, ditempa dan dibekali dengan berbagai pemahaman tentang filosofi kehidupan. Bukan melulu belajar tentang cara menjatuhkan lawan yang ada di depannya, namun lebih pada pemahaman bahwa seorang pebelajar silat, dicekoki dengan pembinaan karakter secara terus-menerus.
Petuah-petuah yang ada di Minangkabau, menjadi salah satu acuan memahami gerak Silat sebagai sebuah upaya pembentukan karakter yang mumpuni. Seorang pesilat akan belajar tentang bagaimana menggunakan langkah dan gerak Silat dalam kehidupan sehari-hari.
Falsafah tentang budi pekerti, kehati-hatian dan kebaikan hati seseorang di Minangkabau, tergambar dalam petuah-petuah yang dipahami oleh pesilat. Satu falsafah hidup yang sehari-hari dipahami seperti, “tirih kok datang dari lantai, galodo kok datang dari ilia,” menjadi salah satu bahan pendalaman yang dikaji sedemikian rupa oleh seorang pesilat. Selain memahaminya dalam gerakan Silat, juga akan dipahami sebagai tuntunan hidup keseharian.
Dalam melakukan gerakan Silat, seorang pebelajar akan diberikan pemahaman mendalam tentang prinsip tersebut. Setiap gerakan yang dilakukan oleh seorang pesilat, tidak terlepas dari mengingat dan mengenali situasi serta kondisi lawan yang sedang dihadapinya. Karena dalam gerakan Silat, apapun akan dapat terjadi di luar perkiraan. Pesilat tidak akan pernah menganggap remeh setiap lawan yang berada di depannya. Pihak yang berada di hadapan, adalah sesuatu yang dapat saja menjadi ancaman besar baginya bila tidak diteliti dengan seksama.
Falsafah tirih kok datang dari lantai, galodo kok datang dari ilia (andai tiris munculnya dari lantai, andai longsor datang dari hilir) merupakan konsep utama yang dipahami. Bagi seorang pebelajar Silat, pemahaman gerakan yang tidak diduga dan sama sekali tidak disangka, dapat terjadi di saat ia tidak hati-hati dalam melakukan gerakan. Tidak ada kata mustahil dalam proses berhadapan dengan pihak lawan, bisa saja sesuatu yang dianggap remeh, akan menjadi batu sandungan baginya.
Pemahaman filosofi tirih kok datang dari lan-tai, galodo kok datang dari ilia memang tidak lazim, biasanya tiris atau bocor akan datang dari atas, seperti atap yang tiris atau bocor, pun lazimnya galodo/longsor selalu datang dari atas menuju ke bawah. Namun dalam prinsip kehati-hatian, dimanapun dan dalam keadaan bagaimanapun, seorang pesilat akan tetap memegangnya.
Kiranya seiring dengan filosofi hidup Minangkabau tersebut, turut pula didukung dengan petuah yang berbunyi ”pandang jauah dilayangkan, pandang dakek ditukiakkan.” Konsep utama dari petuah itu adalah bahwa dalam mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin saja terjadi adalah sebuah kenis-cayaan. Pesilat mesti menebar pandangan (pandang jauah dilayangkan), melihat sejauhmana gerakan lawan dan kepiawaiannya dalam memainkan gerakan dan serangan. Begitu pula perlu meneliti sejauh mana persiapan diri (pandang dakek ditukiakkan).
Semua itu merupakan sebuah konsep kehati-hatian, selalu diikuti dengan sikap waspada. Waspada bagi seorang pesilat, bukan hanya dengan melihat dan mencermati gerakan lawan serta melihat ruang mana yang akan diserang, namun juga mempersiapkan posisi yang tepat dan pertahanan yang lebih kuat dan kokoh. Seorang pesilat di Minangkabau, tidak akan mudah ditipu oleh gerak lawan, baik dalam serangan maupun gerak tipu kaki dan tangan lawan. Karena belum tentu gerakan tersebut merupakan gerakan inti, bisa jadi gerakan itu hanya gerakan yang mengawali gerakan selanjutnya sebagai alat utama serangan ke dirinya.
Oleh sebab itu, pesilat akan selalu mempersiapkan diri sedemikian rupa dan sesempurna mungkin untuk menunggu, dan seterusnya mengambil keputusan yang tepat, menyerang balik, mengunci, mematahkan, atau melumpuhkan lawan. Selain itu, seorang pesilat juga dapat mengambil keputusan berbeda, sekedar menghindar, atau mundur ke samping dan ke belakang.
Kedua filosofi di atas, tergambar dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pebelajar Silat, akan mengejawantah-kan pemahamannya dalam belajar gerak dan langkah. Dalam keseharian hidup yang sarat dengan beragam persoalan, akan didapati banyak masalah yang dapat saja merugikan bila tidak hati-hati dalam menyikapinya. Adakalanya sesuatu yang datang seakan mendatangkan keuntungan bagi manusia, namun dalam kenyataannya merupakan perangkap yang akan menjatuhkannya.
Melalui pemahaman filosofi hidup demikian, generasi muda di Minangkabau dibekali untuk berhati-hati menjalani hidup. Belajar menetapkan langkah yang lebih baik, serta memutuskan sesuatu dengan perhitungan yang matang, merupakan kunci keberhasilan mempertahankan hidup ke depan, dan tidak tergiur dengan tipuan keduniawian yang yang menjanjikan keindahan sementara.
Penulis: Nova Indra (pimpinan lembaga Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia – P3SDM – Melati, penulis buku Membangun Kecerdasan Spiritual; Implementasi Filosofis Beladiri Minangkabau)