WPdotCOM — Berhadapan dengan banyak siswa, guru sudah terbiasa melihat beragam perilaku siswa. Baik positif, ataupun yang negatif.
Kebanyakan guru lebih konsentrasi pada perilaku negatif siswa. Jika melihat atau mendapati siswa berperilaku negatif, pastilah siswa bersangkutan diinterogasi. Bahkan ada yang sampai pada tingkat skorsing bila perilaku negatifnya sudah kelewat batas.
Tapi sejauh ini, semua yang dilakukan guru, baik interogasi berupa pembinaan sampai pada punishmen yang diberikan, bertujuan untuk menimbulkan efek jera, sehingga perilaku negatif siswa tidak muncul lagi di masa mereka dewasa kelak.
Namun, kadang guru lupa bahwa banyak sekali siswa yang berperilaku manis, baik, bahkan terpuji. Guru jarang memberikan pujian, bahkan sering menganggap itu tak perlu dan melupakannya.
Sesungguhnya begitu dahsyatnya peran sebuah pujian untuk menanamkan pendidikan karakter kepada siswa. Dengan pujian, siswa akan sadar bahwa perilaku positif mereka akan mereka pertahankan.
Pernah suatu kali, waktu itu penulis mengawas ujian di kelas paling depan. Di depan sekolah ada banyak penjual makanan. Karena angin berhembus sangat kencang, menerbangkan payung si penjual hingga masuk ke halaman sekolah. Kebetulan anak kelas XII sudah selesai ujian. Mereka nongkrong di pojok sekolah dan teramati langsung oleh penulis, seorang anak berlari menolong si penjual.
Setelah membantu, ia kembali ke teman-temannya. Penulis spontan memanggilnya kembali. “Nak pertahankan sikap kamu barusan ya, ibu bangga padamu.” Demikian puji penulis waktu itu. Apa reaksi si anak? “Terimakasih ya, Bu..”. Itu saja. Lalu dia diberondong pertanyaan oleh temannya. Barangkali ada yang bertanya, “ada apa ibu itu memanggilmu?”. Penulis masih melihat ke arah mereka dari pintu kelas tempat mengawas, sambil mengacungkan jempol sebagai penguatan atas pujian penulis terhadap temannya.
Kejadian itu sudah berlalu dan terlupakan. Tapi setiap bertemu, si anak pasti menegur penulis dengan ramah. Biasanya tidak kenal apalagi menyapa, biasalah siswa sekolah kadang menganggap guru itu hanya yang mengajar dia di kelas, selebihnya tidak mau tahu. Dan bahkan teman-temannya juga selalu menyapa penulis dengan sapaan, “buk…. kami tadi ada juga menolong orang buk. Kenapa ibu tidak puji kami….” Apa yang terbersit di pikiran penulis, berarti siswa pun haus akan pujian.
Ternyata disadari atau tidak, memang sebagian enggan mengucapkan pujian, walaupun sudah ada guru-guru yang melakukannya sebagai suatu keharusan. Banyak hal positif anak yang bisa dipuji. Hal pertama yang sering penulis puji di kelas adalah “terimakasih ya nak, kalian sudah hadir tepat waktu. Pertahankan, ya!”. Atau ketika penulis sakit, ada murid yang rela menjemput dan memapah penulis ke kelas. Membantu menggeserkan meja agar penulis lebih mudah mengakses papan tulis ketika mengajar. Atau memberikan air untuk penulis ketika terbatuk dalam mengajar, membawakan bawaan penulis dari kantor tanpa diminta. Semua penulis puji. Dalam pujian seorang guru biasanya selalu terselip potongan doa, semoga mereka sukses ke depannya, dan selalu jadi yang terbaik.
Dengan pujian yang selalu membanjiri mereka, akan terlihat mereka seperti berlomba untuk berprilaku atau bersikap baik . Terlepas dari tulus atau tidaknya sikap mereka, yang penting kita harus mengapresiasi, agar sikap dan karakter baik itu permanen dalam diri mereka kelak.
Pesan yang ingin penulis sampaikan, untuk memberikan pujian terhadap seseorang butuh kerendahan hati dan sensitivitas terhadap perilaku dan karakter itu sendiri. Setiap kali kita bersikap dan berpikir positif terhadap orang lain, maka kita akan mendapatkan ketenangan hati dan rasa bahagia. Positif juga bukan?
Ayo guru seluruh Indonesia, mari berikan siswa pujian atas semua perilaku baik mereka. Agar mereka senang melakukan hal-hal yang baik, sehingga pendidikan karakter akan berjalan dengan sendirinya.
Penulis: Nova Nora (Guru SMA Negeri 2 Padangpanjang, Sumbar)