WPdotCOM, Malang — Menyikapi pendapat salah seorang pengamat pendidikan yang menyebutkan hanya 2.5% guru secara nasional yang mampu mengajar dengan baik, beragam tanggapan pun muncul di kalangan guru.
Suara-suara penolakan dan bantahan bertebaran di media sosial pasca viralnya pemberitaan tersebut. Lalu bagaimana sebenarnya wajah pendidikan Indonesia saat ini? Di tengah Pandemi Covid-19, bukan hanya ketidaksiapan pemerintah dalam menghadapinya saja yang menjadi persoalan. Dunia pendidikan pun ikut terguncang dengan perubahan sistem yang secara tiba-tiba harus dihadapi guru dan siswa.
Jumlah guru yang hampir mencapai angka tiga juta orang itu, sebenarnya memiliki keterampilan yang cukup dalam proses kegiatan belajar mengajar. Selama ini, tidak terjadi persoalan berarti dalam dunia pendidikan dengan standar kemampuan guru yang dimiliki.
Hal itu menjadi tidak biasa ketika dihadapkan pada situasi yang mendadak, dengan sistem pembelajaran yang harus dilakukan secara jarak jauh. Guru dan siswa tidak lagi berhadapan secara fisik, namun harus berkomunikasi secara virtual dengan media internet dan media pendukung lainnya.
“Kita lihat di lapangan memang banyak yang kewalahan. Sebagian guru kebingungan untuk memulai darimana pembelajaran akan diawali,” demikian ungkap salah seorang peserta Diskusi Literasi yang digelar online oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (P3SDM) Melati, Minggu (3/5) di Malang, Jawa Timur.
Peserta yang juga guru di salah satu sekolah menengah tersebut mengungkapkan, selama ini guru dimanjakan dengan sistem pembelajaran tatap muka yang bisa dilakukan dengan ‘modal’ apa adanya. Tinggal masuk kelas dengan membawa bahan-bahan ajar yang sudah disiapkan sebelumnya sesuai standar yang ada.
“Tapi sejak home learning dilakukan menyusul wabah Covid-19 memaksa semua orang untuk diam di rumah, persoalan pembelajaran menjadi sorotan banyak pihak. Guru harusnya menyadari bahwa inilah saatnya mengukur kemampaun diri yang dimiliki. Jadi jangan tersinggung ketika ada pendapat yang menyatakan bahwa guru tidak siap mendidik dengan sistem berbeda dari sistem konvensional,” ujarnya.
Lebih jauh ia mengatakan, sebagai seorang guru yang selama ini puas dengan cara-cara pembelajaran tatap muka, ia sendiri tengah berupaya memperbaiki kualitas dirinya dengan banyak belajar tentang sistem pembelajaran virtual.
“Mata saya terbuka lebar sekarang. Ternyata kemampuan yang saya miliki saat in, jauh dari kata berkualitas. Sebagai guru, saya harus meningkatkan kemampuan terus menerus di bdang pembelajaran. Saya tidak malu, dan tidak ada kata berhenti dalam meningkatkan kemampuan sebagai pendidik yang diharapkan lebih baik dalam segala bidang,” paparnya.
Diskusi Literasi yang rutin dilakukan oleh lembaga yang intens melakukan penelitian dan pengkajian mutu pendidikan itu, menyimpulkan bahwa ke depan, guru harus di-upgrade dengan beragam keterampilan teknologi pembelajaran. (d’)