
WPdotCOM, Lembata — Siapa yang tidak ingin hidup berkecukupan? Ingin merasakan indahnya dunia saat memiliki segalanya. Tapi Aris Blikon kini harus merawat ibunya yang terbaring lumpuh, kian hari kian parah.
Diwawancarai Warta Pendidikan di sela-sela kunjungan Relawan Taman Daun di rumahnya, Aris menuturkan kisah perjalanannya merawat ibunya yang kini hanya bisa berbaring di tempat tidur. Ibunya sudah sakit kurang lebih tiga tahun, namun kondisi semakin parah sampai ibunya lumpuh sehingga tidak bisa berjalan satu setengah tahun belakangan ini.
Sebelumnya sebagai pemuda yang punya cita-cita masa depan, telah bekerja di PT. Rerolara, salah satu perusahaan kopi yang beralamat di Hokeng-Kecamatan Wulanggitang-Kabupaten Flores Timur-NTT. Ia pun mulai mengenal pergaulan dengan lawan jenis. Seorang perempuan membuat hatinya tertambat dan ingin menjadikannya teman hidup. Tapi semua itu tidak mulus begitu saja, ketika mendengar kabar ibunya sakit, cerita hidupnya pun berubah.
Menurutnya, saat ia mendengar kabar bahwa ibunya jatuh sakit, ia sempat meminta kepada pacarnya untuk bersama-sama dengannya datang ke Lembata menjenguk sang ibu. Tetapi permintaannya tidak dipenuhi oleh sang pacar.
“Saya akhirnya memutuskan untuk pulang ke Lembata tanpa pamit pada pacar saya. Saat pergi dari rumah, saya hanya mengenakan pakaian di badan, uang transport dari Hokeng-Larantuka-Lembata. Sedangkan pakaian yang lainnya juga gaji yang saya dapatkan dari upah kerja selama satu tahun, saya tidak bisa bawa pulang karena semuanya telah saya serahkan pada pacar saya,” kisah Aris dengan tenang.
Menurut Aris, setelah sampai di Waikomo-Lembata ia pun memutuskan untuk mencari pekerjaan demi membantu biaya pengobatan ibunya. Saat ditawari pekerjaan untuk menanam bawang di kebun milik suster-suster CIJ di Lewoleba, ia pun menyambutnya dengan senang hati. Tapi hanya berselang satu tahu, usaha penanaman bawang itu berhenti. Sementara itu, sakit ibunya semakin parah yang mengarah pada kelumpuhan.
“Sekarang ini juga sedang wabah Corona, sehingga saya lebih memutuskan untuk tidak boleh ke mana-mana. Palingan kalau mama minta makan roti, saya pergi ke kios membelinya. Itu pun kalau ada uang. Tetapi, kalau tidak ada uang, saya beritahu ke mama untuk goreng jagung bulat untuk mama makan karena mama lebih suka makan jagung dan roti,” ungkapnya.
Ia menuturkan, ibunya lebih suka makan roti dan jagung titi (emping jagung-red) ketimbang makan nasi. Menurutnya, jika ibunya meminta jagung titi, ia kadang membeli kalau ada uang di tangan. Jika tidak maka, ia mengambil jagung dan meminta tetangga yang bisa mengolah menjadi emping jagung untuk memenuhi keinginan ibunya.
“Mama punya makanan kesukaan hanya dua, roti dan jagung titi. Kadang, saat mama minta roti, kalau ada uang saya langsung ke kios untuk beli. Kalau tidak ada uang saya pinjam uang di tetangga lalu saya tukar dengan beras yang penting bisa beli roti beri mama makan,” kisahnya dengan nada memelas.
Saat ditanya soal apakah dirinya mau bekerja jika ada yang menawari pekerjaan dengan upah yang besar ia hanya mengatakan, uang bisa dicari suatu waktu kelak. Yang terpenting saat ini menurutnya, menjaga dan merawat ibunya hingga suatu waktu kalau Tuhan sendiri datang menjemputnya.
“Kalau Tuhan masih piara mama, saya akan tetap berada di sini jaga dan rawat mama. Jika suatu waktu Tuhan ambil dia, mungkin saat itu baru saya bisa bergerak mencari pekerjaan demi kehidupan saya dan bapak. Tetapi untuk saat ini, saya tidak bisa tinggalkan mama sendirian di rumah,” ujarnya sembari menundukkan kepala.
Aris juga mengisahkan, sejak kecil ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan mamanya dibanding bapaknya yang menghabiskan banyak waktunya di Malaysia. Lanjutnya, saat masih duduk di bangku SMP dan SMK ia membiayai sendiri sekolahnya.
“Setiap pulang sekolah, saya selalu ikut mobil truk yang mengantar pasir dan batu yang dipesan orang. Namun saya juga tetap megumpulkan batu dan pasir untuk dibeli para pemesan sehingga saya tetap ada uang di tangan,” ungkapnya.
Ia menuturkan, dulu dirinya sering minum, mabuk bersama teman-teman. Bahkan ia pernah sakit buang air kecil berdarah dalam jumlah yang banyak. Namun menurutnya, setelah mamanya mulai sakit, kebiasaan mabuk dan suka jalan-jalan ia tinggalkan dan memfokuskan perhatiannya melayani sang ibu.
Kini, ibunya terbaring lemah di tempat tidur yang terbuat dari kayu yang hampir lapuk beralaskan keneka (bambu petung yang dicincang halus-red). Tidak dialasi tikar dan kasur menjadi tempat ibunya berbaring. Menurutnya, alasan tidak dialas tikar dan kasur karena mamanya kerap buang air kecil dan buang air besar di tempat tidur.
“Setiap kali, mama buang air kecil dan besar di tempat. Saya yang selalu memperhatikan dan membereskan semuanya untuk membuangnya ke toilet. Awalnya saya merasa jijik dan pakai masker tetapi sekarang sudah terbiasa, semua rasa mual dan jijik sudah hilang. Saya sudah menyatu dengan keadaan mama. Setiap bangun pagi saya memasak, memandikan mama, memakaikan pakaian dan memberinya makan. Membersihkan lantai dan mencuci pakaian kotornya mama,” kisahnya.
Secara ekonomi menurut Yosep Korohama (55) ayah Aris, mereka hanya bergantung dari hasil mengolah 1 (satu) petak sawah dan 1 (satu) lahan ladang pemberian orangtua. Sawah satu petak itu menurutnya, diolah untuk tiga kali menanam.
“Tanam pertama dan kedua saya menanam padi, sedang tanam ketiga saya menanam jagung dan kacang hijau. Sementara untuk ladang, saya tanam jagung dan ubi,” ujar Yos Korohama.
Yosep menuturkan, istrinya Theresia Terima (61) semenjak sakit belum dibawa ke Rumah Sakit, hanya ke puskesmas. Saat ditanya mengapa tidak ke Rumah Sakit, ia mengatakan mereka sekeluarga tidak memiliki kartu Jamkesda atau KIS.
“Sampai dengan saat ini, kami belum punya KIS, juga tidak masuk kategori PKH, juga bantuan sosial lain kami tidak pernah mendapatkan,” kisahnya. Dia berharap agar bantuan langsung tunai (BLT) yang akan dibagikan pemerintah boleh mereka dapatkan.
“Kami memang tidak bergantung total pada pemerintah. Kami terus berusaha untuk hidup layaknya sesama saudara yang lain, tetapi pada titik tertentu kami juga berharap kepada pemerintah untuk bisa membantu kami sebagai warga masyarakat yang perlu mendapat pelayanan dari pemerintah setempat,” ujarya.
Sementara itu Lukas Lolik Luon, salah seorang guru Aris di SMK Negeri 1 Nubatukan-Kabupaten Lembata-Provinsi NTT mengatakan, Aris termasuk salah satu anak murid yang bertipikal sopan dan tenang semasa menempuh pendidikan di SMKN 1 Nubatukan-Lewoleba-Lembata kala itu.
“Semoga kondisi terpuruk ini bisa mendapatkan simpati bahkan empati, baik secara moril maupun materiil dari masyarakat, entah jauh maupun dekat terlebih pemerintah daerah setempat,” ujarnya berharap.
Di akhir perbincangan, Aris berpesan kepada kaum muda pada umumnya agar jangan pernah mengabaikan derita orangtua. Selagi orangtua masih hidup katanya, cintailah mereka dengan tulus, berbuatlah baik dan layani mereka sebaik mungkin.
“Walau kita kaya, tetapi kalau tidak mengasihi orangtua, semuanya percuma. Karena ketika kita mati, apa yang kita miliki kita tidak bawa ke liang kubur. Terima kasih untuk bapak John Batafor dan teman-teman relawan Taman Daun lainnya yang telah datang mengujungi kami di rumah,” pungkasnya.
Pewarta: Albertus Muda
