WPdotCOM, Jakarta — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) akan memulai gerakan “Pernikahan Massal” (Link and Match) antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan dunia kerja (DUDI).
Tujuan utama peluncuran “Program Penguatan Program Studi (Prodi) Pendidikan Tinggi Vokasi Tahun 2020” ini agar prodi vokasi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) semakin menghasilkan lulusan dengan kualitas dan kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan dunia kerja.
“Industri dan dunia kerja, mohon bersiap sambut kami,” demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kemendikbud, Wikan Sakarinto, melalui telekonferensi di Jakarta pada Rabu (27/5).
Baca juga:
Gelar Halal Bihalal Virtual, Disdik Jabar Persiapkan Tahun Pelajaran Baru 2020 – 2021
Wacana Mapel Bahasa Inggris untuk SD Kembali Mengapung, Nadiem: Saya Akan Upayakan
Kementerian Agama Telah Terbitkan Kurikulum Madrasah Selama Masa Darurat Covid-19
Target program penguatan ini adalah sekitar 100 prodi vokasi di PTN dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar melakukan pernikahan massal di tahun 2020 dengan puluhan bahkan ratusan industri. Program ini akan diteruskan dan dikembangkan di tahun-tahun berikutnya dengan melibatkan lebih banyak prodi vokasi.
Pada saat ini, untuk penguatan prodi vokasi di PTS sendiri sudah dibuka melalui Program Pembinaan PTS (PP-PTS) di mana tahapannya sudah memasuki seleksi tahap akhir.
“Jadi, di masa pandemi ini, kita akan melakukan (semacam) perjodohan massal, bukan satu dengan satu, tetapi satu kampus vokasi dengan banyak industri,” ujar Wikan.
Wikan optimis bahwa program “Pernikahan Massal” ini akan menguntungkan banyak pihak. Ia mengatakan, pihak industri dan dunia kerja, jelas akan diuntungkan dengan skema pernikahan ini. Selain itu, dengan adanya link and match ini, lulusan pendidikan vokasi juga akan semakin dihargai oleh industri dan dunia kerja bukan semata-mata karena ijazahnya melainkan karena kompetensi dan skills-nya yang semakin sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
“Link and match ini bukan sekadar Memorandum of Understanding (MoU) dan foto-foto di media, melainkan harus menjadi pernikahan yang sangat erat dan mendalam, sehingga semua pihak akan saling mendapatkan manfaat yang signifikan dan berkelanjutan,” tegas Wikan.
“Jangan sampai, sudah lulus kuliah, masih harus di-training lagi oleh industri dengan susah payah, memakan banyak waktu dan berbiaya mahal,” imbuhnya.
Dilanjutkan Wikan, materi pelatihan di industri tersebut bisa sejak awal dimasukkan ke dalam kurikulum dan diajarkan oleh dosen bersama praktisi dari industri. Ia ini mengajak pihak industri dan dunia kerja agar terus membuka diri dan membuka hati, serta bersedia ikut terjun mendidik anak-anak bangsa, generasi Indonesia di masa depan.
“Keberhasilan program ini harus didukung dan perlu partisipasi aktif banyak pihak baik pemerintah pusat maupun daerah, serta seluruh stakeholder. Perlu kerja sama semua pihak agar perjodohan ini berhasil baik pusat, daerah maupun stakeholder,” pesannya.
Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, yang menekankan pentingnya semangat pernikahan massal dan kemerdekaan belajar, agar institusi pendidikan dan pihak industri berkolaborasi dan bergotong royong mendidik SDM bangsa. (SP)