WPdotCOM, Jakarta — Mundurnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan LP Ma’arif PBNU dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kendikbud, akhirnya berbuntut panjang.
Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI melalalui anggota Saleh Daulay, meminta Presiden segera mengevaluasi Mendikbud Nadiem Makarim atas kinerjanya yang dinilai tidak menghasilkan apapun.
Saleh menilai, evaluasi harus dilakukan lantaran Nadiem belum menorehkan satu prestasi pun selama menjabat. Padahal kata Saleh lagi, seharusnya Nadiem dapat membuktikan dirinya mampu memimpin Kemdikbud. Apalagi saat masa pandemi Covid-19, di mana kesempatan untuk menunjukan program dan inovasi di bidang pendidikan terbuka lebar.
Ia juga menyoroti latar belakang pendidikan dan pekerjaan Nadiem yang diketahui tidak ada yang berkaitan dengan keahlian dirinya di bidang pendidikan.
“Alih-alih mencatatkan prestasi selama memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, justru Nadiem sering menimbulkan kontroversi, polemik dan perdebatan,” kata Saleh kepada wartawan, Jumat (24/7) seperti dikutip dari suara.com.
Yang paling terkini, Nadiem tuai kontroversi terkait proses seleksi Program Organisasi Penggerak yang meloloskan yayasan terafiliasi perusahaan besar yakni Yayasan Putera Sampoerna dan yayasan Bhakti Tanoto.
Lnajutan kontroversi itu pun merebak saat Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah dan LP Ma’arif PBNU yang terdaftar POP justru memilih mengundurkan diri.
Saleh mengatakan, pengunduran diri sebagai bentuk protes dari dua organisasi besar dan tertua di Indonesia tersebut terhadap sikap Nadiem.
“Nadiem tidak peka. Tidak memahami sejarah pergerakan ormas di Indonesia secara utuh. Sikap dan kebijakan Nadiem ini tentu sangat tidak baik. Banyak pihak yang tersinggung. Kebijakan ini pasti tidak sesuai dengan arahan dan keinginan Presiden. Apalagi selama ini, presiden sangat dekat dengan Muhammadiyah, NU, dan ormas-ormas keagamaan lain di Indonesia,” tutur Saleh.
Karena polemik tersebut, Saleh meminta Jokowi untuk segera memanggil dan meminta penjelasan Nadiem. Menurutnya, sebagai presiden, Jokowi dituntut menggunakan hak prerogatif mengganti Nadiem dengan seseorang yang lebih mengerti dan menguasi pendidikan untuk dimemimpin Kemendikbud.
“Insyaallah, tidak sulit mencari pengganti Nadiem ini. Ada banyak sosok dan tokoh yang jauh lebih menguasai persoalan pendidikan. Gendangnya sekarang ada di presiden. Semua pihak sekarang menunggu kapan gendang tersebut akan ditabuh,” imbuh Saleh.
Menanggapi persoalan POP yang sudah diumumkan beberapa hari lalu, Pimpinan lembaga Pusat Pengkajian dan Pengembangan Manusia (P3SDM) Melati, Nova Indra, menilai program tersebut tidak ada manfaatnya sama sekali bagi dunia pendidikan nasional.
“POP saya yakini tidak bermanfaat apa-apa bagi dunia pendidikan dan pengembangan mutu pendidik. Malah akan membuat runyam dunia pendidikan ke depan, karena sekolah, guru, dan elemen pendidikan di institusi pendidikan yang ada, akan disibukkan dengan kegiatan-kegiatan baru bersama organisasi penggerak yang belum tentu mengerti dunia pendidikan itu sendiri,” ujar pria yang sejak 2005 lalu melakukan pembimbingan guru di bidang literasi tersebut.
Menurutnya, akan lebih baik bila program yang ditelurkan Kemdikbud saat pandemi Covid-19 ini terkait bagaimana mengatasi kesulitan belajar di daerah 3T. “Akan lebih bermanfaat dan langsung bersentuhan dengan upaya perbaikan mutu pendidikan. Daripada program organisasi penggerak yang tidak tahu arahnya kemana,” pungkasnya. (d’)