WPdotCOM, Jakarta – Kasus orangtua menganiaya anak hingga tewas akibat masalah kesulitan belajar dalam masa PJJ, mendapat perhatian khusus dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim berharap, para guru untuk tidak memberikan tugas yang memberatkan siswa. Pemberian tugas, baiknya perlu disesuaikan dengan kondisi dan fasilitas belajar yang dimiliki masing-masing anak didik
“Kami sangat menyayangkan orangtua berlaku demikian. Hikmahnya begini, kami berharap guru-guru tidak memberikan tugas-tugas yang memberatkan anak-anak. Apalagi masih pendidikan dasar. Kenapa demikian? Karena kita tidak tahu bagaimana kondisi keluarga anak-anak kita di rumah. Bagaimana pola komunikasi mereka dalam keluarga, antara ibu, ayah dan anak. Berapa jumlah mereka bersaudara, termasuk bagaimana fasilitas yang mereka miliki,” papar Satriwan dalam keterangan rekaman suara yang dilansir media, Rabu kemarin.
Ia pun mengimbau guru agar kembali kepada surat edaran Kemendikbud tentang penerapan kurikulum darurat di masa khusus. “Bahwa regulasi tersebut berprinsip pembelajaran selama pandemi ini tidak memberatkan siswa,” jelasnya. Menurutnya, prinsip tidak membebani anak ini otomatis juga tidak akan membebani guru. “Nah, jadi anak-anak kita ini akan enjoy belajarnya, akan senang dia dalam belajar, jika tugas-tugas tersebut tidak berat dan disesuaikan dengan kondisi atau kemampuan yang dimiliki,” paparnya.
Satriwan berharap dinas-dinas pendidikan, Kemdikbud, Kemenag, tidak bosan-bosannya memberikan pelatihan atau webinar kepada para orangtua tentang proses pendampingan anak selama PJJ di rumah.
“Jadi, harus sosialisasi, kemudian ada pemahaman yang utuh kepada orangtua dari negara. Karena harus kita akui masih banyak mindset orangtua kita yang berpikir bahwa pendidikan itu adalah tanggung jawab sekolah atau guru, bukan tanggung jawab keluarga,” ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, bila mengacu pada tripusat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan adalah tanggung jawab dari 3 entitas, yakni keluarga/orangtua, perguruan/sekolah/pemerintah, dan masyarakat. “Jadi ketiga-tiganya punya kontribusi,” imbuh dia.
Dari sisi orangtua, Satriwan mengimbau orangtua untuk terus berkomunikasi dengan wali kelas selama mendampingi atau membimbing anak selama PJJ. Orangtua diharapkan jangan ragu untuk mengutarakan kendala yang dialami selama anak PJJ. Sebaliknya, wali kelas harus hadir sebagai penengah antara orangtua dan guru mata pelajaran. Menurutnya, peran wali kelas sangat sentral.
“Saya sendiri mengalami selama PJJ ini, intensitas komunikasi saya dengan orangtua yang anak-anaknya saya wali kelaskan itu lebih intens dari sebelum PJJ,” paparnya.
Setiap hari, kata dia, wali kelas harus mengontrol, mengawasi, mendampingi bagaimana keterlibatan anak-anak selama PJJ. Apakah anak didiknya jenuh atau apakah anak pusing dengan tugas-tugas.
“Alhamdulillah-nya kami merespon, misalnya di satu waktu tertentu ada anak kami yang mengeluh “pak, ini kok ulangan semua,” itu kami sampaikan ke pimpinan sekolah, lalu pimpinan sekolah memberitahu guru-guru terkait,” ucapnya.
Satriwan menegaskan bahwa komunikasi antara orangtua dan wali kelas menjadi kunci penting kelancaran PJJ. “Sebab, proses pendampingan anak selama PJJ tak lepas dari keterlibatan wali kelas. Kalau guru bisa mengajar banyak, agak sulit bila guru berkomunikasi dengan orangtua. Karena yang memiliki akses optimal adalah wali kelas,” pungkasnya. (Ilustrasi courtessy kelaskita)
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kurangi Stres Belajar Online, FSGI Dorong Komunikasi Orangtua-Wali Kelas”