
WPdotCOM – Hari Guru Nasional atau lazim disebut HGN yang diperingati setiap tanggal 25 November, memiliki sejarahnya sendiri. Sejarah ditetapkannya HGN, berawal dari Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)yang berdiri tahun 1912.
Dua puluh tahun sesudahnya, tepatnya 1932, nama organisasi PGHB berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama PGHB menjadi PGI mencerminkan semangat kemerdekaan dan cinta tanah air yang terus berkobar-kobar.
Kiprah PGI mengejutkan bahkan mendapat perhatian pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Jepang sebaliknya, malah melarang organisasi ini berkiprah bahkan menginstruksikan agar sekolah-sekolah ditutup.
Semangat kemerdekaan menginspirasi diselenggarakannya Kongres Guru Indonesia tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta. Organisasi guru seperti Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB).
Selain itu ada Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), dan Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM) berkonsensus bergabung dalam wadah PGRI. Dalam kongres ini, tanggal 25 November menjadi momentum penting memperingati berdirinya PGRI hingga saat inim (https://news.detik.com/)
Peringatan Hari Guru Nasional tahun 2020, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang dilaksanakan secara meriah, ada upacara bendera, tukar kado, seminar bahkan ada bakti sosial. Suasana perjumpaan langsung seluruh guru dan pendidik dalam momen peringatan ini, kini menjadi kurang berkesan karena tidak ada kemeriahan yang berarti.
Suasana hari guru lengang tanpa riak dan pekik peringatan dan selebrasi dan upacara seremonial dalam berbagai kegiatan sebelum, selama dan puncak peringatan. Meski demikian, kegiatan-kegiatan yang bernuansa ilmiah seperti diklat, seminar dilaksanakan meskipun secara virtual. Para guru menjadi kurang bebas dan luwes karena jika bertemu, mereka harus menjaga jarak, memakai masker, dan serangkaian kepatuhan protokol kesehatan covid-19.
Satu hal yang dampaknya sangat dirasakan dengan adanya pandemi covid-19 yakni tugas, peran, dan tanggung jawab guru. Sejak diberlakukannya Belajar dari Rumah (BdR), guru seolah tak berdaya bahkan kebingungan. Pembelajaran yang sedianya berlangsung secara tatap muka, serta merta beralih ke pembelajran online atau dalam jaringan (daring).
Sejujurnya diakui, guru memang tidak siap dengan sistem pembelajaran daring yang berlaku saat ini. Ketidaksiapan menyiasati pembelajaran online ini, disebabkan banyak faktor. Pertama, penguasaan guru dan siswa teknologi yang masih rendah. Kedua, keterbatasan sarana dan prasaraana pendukung pembelajaran online. Ketiga, biaya yang dibutuhkan untuk mendukung sistem pembelajaran online pun tidak sedikit. Keempat, ketahanan mental psikologis guru, orang tua dan siswa perlahan-lahan rapuh dan runtuh.