
WPdotCOM, Jakarta – Konsep Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek (Kemendikbudristek), ternyata belum dilandasi kajian akademis dan dasar hukum yang memadai. Termasuk belum adanya skema sosialisasi dan pendampingan kepada pemangku kepentingan pendidikan.
Demikian salah satu poin penting kesimpulan rapat Panja MBKM Komisi X DPR RI dengan empat rektor, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/9/2021).
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih yang memimpin rapat tersebut, membacakan poin-poin penting kesimpulan menyangkut konsep MBKM yang digulirkan Kemendikbudristek.
Pada rapat tersebut, Panja secara khusus ingin menggali lebih dalam apa saja perubahan yang terjadi ketika kebijakan Kampus Merdeka diterapkan di kampus-kampus.
Fikri menambahkan, ada sisi positif, memang, dari pemberlakuan Kampus Merdeka. Menurut Rektor Universitas Diponegoro, Kampus Merdeka diharapkan menjadi jawaban atas tuntutan kualitas lulusan dan kurikulum pendidikan.
Kampus Merdeka juga dinilai sebagai wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel, sehingga tercipta kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.
Pada bagian lain, setelah meminta masukan dari para rektor, Komisi X, lanjut Fikri, mendesak Kemendikbudristek segera menyiapkan infrastruktur penunjang antara lain melakukan penyesuaian pangkalan data yang disesuaikan dengan pelaksanaan MBKM.
“Kemendikbud Ristek RI juga harus menyiapkan skema pendampingan bagi PTN yang mengajukan sebagai PTN-Badan Hukum guna mengantisipasi dampak administrasi akibat perubahan status tersebut,” tutup politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. (parlementaria)