WPdotCOM – secara langsung kiprah Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan adalah suatu hal penting.
Mengapa menjadi penting? Setidaknya dapat mengukur sejauhmana Muhammadiyah mengayomi umat dalam menjalankan kesehariaan, baik secara sosial maupun persoalan ibadah. Hal ini tentu harus dilakukan dengan pikiran terbuka, tidak ujug-ujug memberikan penilaian subjektif tentang fakta yang ada di lapangan.
Siapa yang tidak mengenal Muhammadiyah sebagai organisasi modern. Mulai dari sistem organisasi, manajemen, hingga pola pengembangannya, sungguh sebagai sebuah keniscayaan untuk memberikan acungan jempol.
Sebut saja pada berbagai bidang sosial kemasyarakatan yang ada. Bicara urusan kesehatan, Muhammadiyah mampu menjadi salah satu yang terdepan dengan kehadiran layanan rumah sakit, klinik dan sebagainya. Begitu pula urusan ekonomi, terlihat nyata di perkotaan Muhammadiyah mampu tumbuh secara ekonomi dalam membangun kualitas hidup umat.
Ya, di perkotaan. Bahkan Muhammadiyah dikenal sejak dulu sebagai ormas keagamaan yang tumbuh kembang secara subur di perkotaan. Di kota manapun di negeri ini, bahkan sampai ke manca negara, Muhammadiyah semkain bertumbuh, maju dengan pergerakan yang terukur dan sangat membantu pengembangan umat manusia.
Lalu bagaimana di desa, di daerah-daerah kecil? Di sinilah mata para aktivis, kader dan pemerhati Muhammadiyah harus membuka mata lebar-lebar. Jangan hanya melihat kenyataan di lapangan perkotaan saja. Jauh di pelosok-pelosok negeri ini, ada ketimpangan yang terjadi bila dibandingkan dengan perkembangan Muhammadiyah perkotaan.
Miris melihat fakta di desa-desa yang ada di negeri ini, apakah dilupakan atau tidak menjadi prioritas bagi Muhammadiyah mengelola keumatan di sana? Saat tempat ibadah yang dibangun oleh para pengurus ranting Muhammadiyah di masa lalu kini, telah kosong melompong tanpa adanya prosesi peribadatan lagi, sungguh pemandangan yang sulit diterima sebagai seorang kader persyarikatan yang dibanggakan ini.
Bincang-bincang bersama salah seorang warga masyarakat salah satu daerah tak jauh dari kaki gunung Slamet (nama daerah sengaja tidak dituliskan), yang sejak kecil hidup di lingkungan Muhammadiyah, menyatakan bahwa saat ini masjid Muhammadiyah tak lagi didatangi warga.
“Pengurus Muhammadiyahnya sudah uzur, selama ini beliau yang mengurusi semua keperluan Muhammadiyah dan warga, termasuk masjid dan prosesi peribadatan di sana. Sekarang tidak ada lagi, bahkan orang Muhammadiyah yang biasanya ke sana, sekarang memilih untuk tidak mendatangi masjid. Takut katanya, karena sudah sepi dari kegiatan-kegiatan keagamaan,” ujar warga tersebut di hari pertama Idul Fitri 1443H.
Sebagai seorang kader Muhammadiyah yang ditempa di salah satu sekolah kader Muhammadiyah, sangat tidak menerima kenyataan yang demikian. Ada pemberontakan dalam batin, “kemana dan di mana Muhammadiyah saat umat sedang butuh di desa-desa dan pelosok? Atau karena sebutan ormas keagamaan berbasis perkotaan, Muhammadiyah melupakan bahwa umat ijabah ada di desa-desa itu?
“Sebelumnya ada beberapa aktivis muda Muhammadiyah yang menghidupkan organisasi di sini, tapi mereka sudah pindah ke daerah lain mengikuti keluarga barunya. Sekarang ya begini, saat lebaran pun tidak lagi terlihat kiprah Muhammadiyah di sini,” imbuh warga itu lagi.
Mungkin ini gambaran di salah satu daerah saja, tapi bisa jadi juga menjadi potret beberapa daerah. Sungguh sebuah persoalan yang mesti dijawab dengan tindakan, bukan sekadar hasil pleno pimpinan, bukan pula hanya program-program mendatangkan da’i-da’i dari LDK Muhammadiyah secara berkala.
Mengapa demikian? Karena pada dasarnya bukan pola dakkwah yang sedang bermasalah, namun secara organisasi butuh manajemen struktural yang harus ditingkatkan dalam pembinaan-pembinaan pengurus.
Kita tidak mungkin menyalahkan siapapun dalam hal ini. Tapi secara organisasi tentu ada penanggungjawab sekaligus pemikir untuk mencari dan mendapatkan jalan keluarnya. Bukan pula untuk membuka ruang diskusi panas hingga ‘bersitegang urat leher’, namun lebih pada membuka pemikiran yang lebih membumi, di mana ada umat yang selalu rindu kiprah Muhammadiyah itu sendiri.
Mari kembalikan filosofi bermuhammadiyah, “hidup hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Artinya, kita memiliki kewajiban untuk saling berbagi informasi, yang berguna menopang program terbaik bidang keumatan di seantero negeri. Karena setiap kita adalahpemimpin, setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah ‘azaa wa jalla. (*)
Penulis: Nova Indra (Penulis, Pegiat Literasi, Mantan Ketum PDPM Pabasko, Kader Utama Tapak Suci Putera Muhammadiyah)