Jakarta – Konflik antara orang tua dan siswa kerap muncul dan menjadi pembicaraan di media sosial. Terbaru, orang tua siswa SD Negeri 13 Paguyaman, Kabupaten Boalemo, Gorontalo, memotong paksa rambut guru bernama Ulan Hadji, 27, karena rambut anaknya dipotong.
“Dengan maraknya kejadian seperti ini, agar tak ada lagi korban dari guru atau siswa, P2G mendesak perlu disosialisasikannya Kode Etik Guru Indonesia, yang sudah disepakati organisasi profesi guru tingkat nasional, yang difasilitasi Kemdikbudristek baru-baru ini. Agar guru, orang tua, dan siswa memahami dan menghargai peran, kedudukan, fungsi, dan martabat masing-masing,” ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/1).
Satriwan menegaskan guru adalah profesi sangat terhormat yang harus dijaga martabatnya sesuai perintah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Bahkan, aktivitas guru dalam mengajar dan mendidik di sekolah sudah dilindungi melalui Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan.
“Dalam persepktif regulasi, profesi guru itu berhak mendapatkan empat jenis perlindungan hukum, profesi, kesehatan dan keselamatan kerja, serta hak atas kekayaan intelektual,” papar Satriwan.
Ia menyebut, guru berhak mendapatkan perlindungan dalam bekerja atas tindakan intimidasi, kekerasan, serta pelecehan terhadap profesi. Aturan ini tertuang jelas dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017, Pasal 2 ayat 1 sampai 5.
“P2G juga risau, kejadian serupa sering berulang, baik di jenjang sekolah dasar maupun menengah. Bahkan, berujung pada tindakan pemidanaan guru oleh orang tua, seperti pernah terjadi di Banyuwangi dan Majalengka,” ujarnya.
Satriwan meminta masyarakat khususnya orang tua siswa mesti memahami guru adalah profesi sangat terhormat dan dilindungi oleh undang-undang. Sehingga, sudah seharusnya orang tua menjaga kehormatan dan martabat guru.
Sebaliknya, begitu pula dengan siswa. Dia mengatakan sebagai pendidik, guru semestinya memahami Undang-undang Perlindungan Anak yang menekankan upaya edukatif dan menghargai keberadaan anak dengan segala hak-haknya sebagai anak.
Satriwan mengatakan mendisiplinkan anak tidak bisa lagi dengan mempermalukan anak, hukuman fisik, kekerasan, makian, dan teriakan. Dia mengingatkan agar tak lagi mempermalukan anak di muka umum atau mencukur rambut mereka asal-asalan sehingga mereka malu.
“Kami menyesalkan orang tua tak menghargai martabat guru. Tapi kami juga menyayangkan hukuman mencukur rambut anak asal-asalan, masih berkembang di sekolah kita. Mendisiplinkan itu tujuannya bukan mempermalukan anak, melainkan pengembangan perilaku,” tegasnya. (medcom)