
Pekanbaru – Perjuangan dalam menghidupkan geliat pendidikan di Indonesia terus bergulir. Salah satunya tercermin dari semangat perjuangan yang digawangi oleh Kepala SMP Negeri 43 Pekanbaru, Zuraida.
Meskipun secara administratif sekolah ini berada di wilayah Kota Pekanbaru, namun lokasinya yang lebih dekat ke Sungai Siak daripada pusat kota, membuat sekolah ini setiap tahun menjadi langganan banjir. Saat banjir datang, para siswa tidak masuk sekolah sampai tiga hari. Biasanya, para guru yang akan datang ke rumah untuk memastikan bahwa peserta didik dalam kondisi baik.
“Memimpin sekolah ini adalah sebuah tantangan besar. Kondisi geografis tentunya sangat mempengaruhi aktivitas belajar mengajar,” ungkapnya mengawali perbincangan.
Tantangan lain yang dirasakan Zuraida adalah keterbatasan ruang kelas. “Rombongan belajar (rombel) ada 10, sedangkan ketersediaan kelas hanya 6. Kalau minta bantuan Ruang Kelas Baru (RKB), meskipun dalam kondisi kurang, masalahnya sekolah kami tidak berada di daerah 3T, karena masuk daerah kota Pekanbaru,” terang dia.
Zuraida adalah seorang guru bahasa Indonesia yang sudah mengabdi selama lebih dari 20 tahun. Banyak sekolah di Pekanbaru yang pernah menjadi tempatnya mengajar. Baru di tahun 2021, ia diangkat menjadi kepala sekolah hingga sekarang.
“Saya diangkat jadi kepala sekolah saat masih mengikuti program Pendidikan Guru Penggerak (PGP). “Kami masih kekurangan dua orang guru Bahasa Indonesia dan satu orang guru Bahasa Inggris. Ditambah lagi, jumlah siswanya paling banyak 35 orang karena rendahnya motivasi belajar siswa baik dari diri mereka sendiri, orang tua, maupun lingkungannya,” ungkapnya.
Situasi yang harus dihadapi Zuraida ini membuatnya berkeyakinan bahwa pihak pertama yang harus diubah terlebih dahulu adalah guru sebagai motor perubahan. Untuk itu, dalam berbagai kesempatan, ia selalu menanamkan bahwa guru harus mengubah pola pikir, membangun budaya positif, dan dapat mengelola emosi dengan baik.