Jakarta – Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini memaksa perpustakaan sekolah untuk mengoptimalkan beragam platform dalam mendukung proses pembelajaran.
Salah satu caranya adalah dengan penggunaan media sosial untuk meningkatkan pemanfaatan perpustakaan sekolah oleh pendidik dan peserta didik. Hal tersebut disampaikan Plt. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kemdikbudristek Anang Ristanto, pada seminar nasional bertema Digital Marketing dan Branding Perpustakaan Sekolah, di Perpustakaan Kemdikbudristek, Jakarta, Jumat (27/1) lalu.
Dalam seminar kolaborasi antara Perpustakaan Kemendikbudristek dengan Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia (ATPUSI) ini Anang mengatakan, pustakawan sekolah perlu untuk memahami karakteristik dan kebutuhan pendidik dan peserta didik yang beragam agar dapat memberikan layanan dan menyajikan sumber informasi yang tepat guna.
“Dengan media sosial misalnya, perpustakaan dapat memunculkan citra modern, gaul, dan menyenangkan sehingga menarik pendidik dan peserta didik untuk memanfaatkan fasilitas dan layanan perpustakaan,” ujarnya.
Anang menambahkan, menurut laman http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/, pada tahun 2020/2021 dari jumlah 165 ribu sekolah negeri, terdapat 136 ribu sekolah yang telah memiliki perpustakaan.
Sedangkan untuk sekolah swasta, dari 52 ribu sekolah, yang memiliki perpustakaan sejumlah 45 ribu sekolah. Data ini memperlihatkan masih ada sekolah yang belum memiliki perpustakaan.
Walaupun demikian, menurut Anang, pengelola perpustakaan sekolah juga dapat membangun ekosistem yang menyenangkan bagi pendidik dan peserta didik dengan memanfaatkan berbagai sumber daya perpustakaan dan sumber pembelajaran terbuka (Open Educational Resources/OER) yang saat ini telah banyak tersedia secara daring.
“Kemdikbudristek telah menyediakan berbagai platform penyediaan buku dan bahan bacaan gratis, yang dapat diakses melalui laman buku.kemdikbud.go.id, sibi.go.id, dan Repositori Kemdikbudristek,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan, melalui sumber-sumber pembelajaran tersebut, perpustakaan sekolah dapat mengasah imajinasi peserta didik melalui kegiatan literasi yang menarik seperti mendongeng, membaca cerita, atau menulis cerita ringkas.
Di sisi lain, guna meningkatkan kualitas pembelajaran, Kemendikbudristek menggagas Kurikulum Merdeka yang menjadi salah satu upaya mengatasi masalah rendahnya kualitas pendidikan. Kurikulum tersebut sudah diterapkan di lebih dari 140.000 satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Dan di era transformasi digital ini, tambah Anang, pustakawan sekolah dituntut untuk memiliki kemauan untuk meningkatkan pengetahuan dan kreativitasnya agar dapat berkontribusi positif dalam penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah.
Selain itu, pada 2022 lalu, Kemdikbudristek menyalurkan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu kepada lebih dari 20 ribu PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Penyaluran buku ini disertai dengan pelatihan dan pendampingan dalam pemanfaatan buku bacaan tersebut.
Seminar kolaborasi Kemdikbudristek dan ATPUSI ini dilangsungkan secara hibrida dengan jumlah peserta 50 orang hadir di Perpustakaan Kemdikbudristek dan ratusan lainnya bergabung secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting.
Webinar juga disaksikan secara langsung pada kanal Youtube Perpustakaan Kemdikbudristek. Peserta webinar mencakup pustakawan sekolah, guru, maupun pegiat literasi.
Di samping webinar, pertemuan tersebut juga dilakukan pengenalan Pengurus Pusat ATPUSI kepada peserta seminar sebagai bagian dari upaya memperluas jaringan asosiasi profesi tenaga perpustakaan untuk aktualisasi diri dalam hal kompetensi, yang juga termasuk ke dalam instrumen akreditasi perpustakaan sekolah. (SP)