WARTA PENDIDIKAN – Kuartal pertama tahun 2025 dibuka dengan catatan kelam bagi Kota Sungai Penuh. Berdasarkan data Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Sungai Penuh, yang dirilis media https://www.kerinciekspose.com (post 5 march 2025) terjadi lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menurut data yang ada, tercatat lebih dari sepuluh kasus telah dilaporkan secara resmi hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini. Ironisnya, jumlah tersebut diyakini hanya puncak dari gunung es. Hampir setiap hari, Dinas PPA menerima laporan kekerasan yang tidak diadukan secara resmi. Hal itu menandakan, banyak kasus lainnya masih tersembunyi di balik dinding rumah, ruang kelas, atau lingkungan sosial lainnya yang tertutup.
Kekerasan terhadap anak di Kota Sungai Penuh, tidak hanya terjadi dalam bentuk fisik, tetapi juga mencakup kekerasan psikis dan kasus itu yang paling dominan. Analisa sementara, hal tersebut disebabkan oleh dampak pergaulan anak itu sendiri, mengkonsumsi obat-obat terlarang, dan merasa diri lebih hebat dari yang lainnya.
Sementara kekerasan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang terdekat, berawal dari salah pergaulan, pola asuh orang tua yang lalai atau kurang perhatian terhadap pergaulan anak. Ada juga kekerasan KDRT orang tua terhadap anak, tetapi tidak begitu dominan.
Kasi Perlindungan Anak Dinas PPA Sungai Penuh Inneke Puspita Ningsih melalui media https://www.kerinciekspose.com (post 5 march 2025) juga menyebutkan: kasus kekerasan terhadap anak tercatat meningkat signifikan, dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, Hal yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap anak adalah Anak memiliki gangguan perkembangan atau penyakit kronis, anak memiliki kondisi fisik, mental, dan perilaku yang berbeda dengan anak pada umumnya, Orang tua memiliki gangguan mental, Orang tua terbiasa dengan sikap disiplin, Orang tua memiliki harapan yang terlalu tinggi pada anak, Orang tua memiliki masalah dalam hubungan rumah tangga, dan Orang tua memiliki masalah ekonomi.”
Dengan demikian, kekerasan terhadap anak ini merupakan kekerasan yang dilakukan anak sebagai pelaku, dan juga anak sebagai korban, dan ada juga orang dewasa sebagai pelaku dalam kasus KDRT, karena ketidaksabaran dalam menghadapi tingkah laku anak-anak mereka.
Hal itu menunjukkan, kekerasan bukan hanya persoalan individu, melainkan gejala dari makin rusaknya sistem nilai dalam masyarakat. Dalam konteks ini, tokoh informal memiliki peran yang sangat vital. Tokoh agama dan tokoh adat masih menjadi rujukan utama dalam hal norma dan etika. Ucapan mereka dipercaya, nasihat mereka ditaati, dan tindakan mereka diteladani, Ditinggikan seranting didahulukan selangkah, Pergi tempat bertanya, pulang tempat mengadu.


















