SULAWESI TENGGARA – Anggota Komisi X DPR RI Desy Ratnasari mendorong Kemdikbudristek untuk berikan pemahaman terkait dengan Asesmen Nasional secara gamblang kepada seluruh stakeholder pendidikan di seluruh Indonesia.
Asesmen Nasional, menurutnya, adalah asesmen yang terkait dengan kompetensi minimum baik literasi maupun numerasi, juga survei karakter. Asesmen ini, lanjutnya, juga tidak hanya saja berbicara soal fisik, tetapi aspek psikologis dari siswa terutamaterkait dengan karakter.
Hal itu disampaikan Desy saat mengikuti pertemuan Tim Komisi X DPR RI yang melakukan Kunjungan Kerja Spesifik dengan Gubernur Prov. Sulawesi Tenggara yang diwakilkan oleh Sekretaris Daerah Prov. Sulawesi Tenggara, Dinas Pendidikan Prov. Sulawesi Tenggara, dan pihak terkait lainnya di Aula Bahteramas Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara.
“Survei karakter ini apa yang ingin dilihat, apakah hanya sekadar nilai-nilai normatif saja atau betul-betul memperhatikan apa yang ingin disasar atau dibentuk melalui karakter anak bangsa ini, seperti anak yang beriman dan bertaqwa serta tentu berbasis Pancasila misalnya. Nah ini juga harus dipahami,” kata Desy di Sulawesi Tenggara, Kamis (6/7).
Pada tahun 2021, Mendikbudristek secara resmi menyampaikan bahwa Ujian Nasional (UN) resmi digantikan Asesmen Nasional (AN), yang terdiri dari Asemen Kompetensi Minimal, Survei karakter dan Survei Lingkungan Belajar. Berdasarkan penjelasan Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, Asesmen Nasional diikuti 6,7 juta murid kelas 5, 8, dan 11 dari 278 ribu satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan anggaran Asesmen Nasional 2023 sebesar Rp337,8 miliar.
Desy juga menyoroti peran Pendidikan Non-Formal yang belum turut serta mengikuti Asesmen Nasional. Menurutnya, dengan kondisi seperti itu, berarti ada permasalahan yang perlu dicarikan jalan keluarnya, karena Pendidikan Non-Formal itu dilindungi oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional.
“Asesmen Nasional terkait dengan Pendididikan Non-Formal bagaimana? Apakah itu juga dilakukan dengan Pendidikan Non-Formal? selama ini kan Pendidikan Non-Formal ini dilindungi oleh Undang-Undang Pendidikan Nasional, tetapi keberadaan mereka dekat dengan masyarakat. (Sehingga) untuk kemudian turut serta berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa, apakah juga mengikuti Asesmen Nasional? tampaknya sih dari jawabannya tidak ikut serta,” kata Desy.
Kemudian, Desy juga menyoroti peran Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan dalam menjamin mutu Pendidikan Non-Formal. Seharusnya, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan turut membantu keberadaan Lembaga Pendidikan Pendidikan Non-Formal yang telah berkontribusi nyata dalam peningkatan keterampilan dan pengembangan SDM masyarakat Indonesia.
“Lalu bagaimana terkait dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan? apakah mereka juga menjamin mutu pendidikan non-formal ini? Nah ini juga menjadi catatan penting kami. Kalau pun memang kita mau membantu keberadaan lembaga pendidikan non-formal tetap eksis untuk mencerdaskan anak bangsa di seluruh Indonesia, treatment seperti apa yang dilakukan untuk mereka? (Baik) terkait dengan penjaminan mutu nya, terkait dengan asesmennya. Karena menurut saya kontribusi apapun yang diberikan oleh lembaga pendidikan non-formal penting juga untuk diapresiasi,” kata Desy.
Terakhir, Desy menekannya perlu adanya political will, khususnya dari segi anggaran, kepada seluruh instansi pemerintah yang terlibat dalam pendidikan. Sebab, political will ini sebagai investasi jangka panjang untuk menyejahterakan stakeholder di bidang pendidikan. (dpr)