Dr. Albert Dt. Bilang Kembangkan Pelatihan Pesantren Ramah Anak Nihil Kekerasan

Berita Nasional1552 Dilihat

BUKITTINGGI – Pesantren wajib nihil kekerasan di semua jenis kelembagaaan pendidikan, termasuk pesantren. Pada hkikatnya, tindak kekerasan bertentangan dengan nilai-nilai dan jati diri pesantren itu sendiri. Karena itu, seluruh penyelenggara pondok pesantren, mesti menaruh perhatian serius terhadap upaya mewujudkan pesantren yang aman dan ramah anak.

Demikian disampaikan Dr. Albert Dt.Bilang kepada Warta Pendidikan, Jumat (28/3/2025), dalam suatu wawancara sekaitan disertasi yang ditulisnya. Sebelumnya Albert telah dinyatakan lulus dengan pujian pada sidang promosi doktor Ilmu Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Sumatera Barat, Jum’at (7/3/2025) lalu.

Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Padangpanjang itu berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul Pengembangan Model Pelatihan Berbasis Kompetensi untuk Tim Pengelola Pesantren Ramah Anak. Hadir sebagai tim penguji pada sidang promosi doktor yang dipimpin Prof. Dr. Silfia Hanani, M.Si., selaku Rektor UIN Bukittinggi, dengan anggota Dr. Wedra Aprison, M.Ag., Dr. Junaidi, M.Pd., Prof. Dr. Risnita, M.Pd., Afrinaldi, MA.,Ph.D., Dr. Supratman Z.,M.Pd., M.Kom., Prof.Dr. Zulfani Sesmiarni, M.Pd., dan Dr. Arman Husni, Lc.,M.Pd itu,  Albert dinyatakan lulus dengan nilai pujian dan berhak menyandang gelar doktor di bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam.

Menurut Albert, pesantren ramah anak adalah suatu pesantren yang menjalankan adanya layanan kebutuhan santri terhadap haknya untuk mendapat perhatian, perlindungan dan menyediakan ruang bagi mereka untuk bisa ikut serta secara aktif dalam proses pembelajaran dan perkembangan potensinya.

“Hal ini sekaligus menjadi indikator dari pesantren yang ramah anak disamping ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung kondisi demikian, dan pelayanan umum serta kepemimpinan dan kepengasuhan  yang mengayomi dan memberikan hak hak santri,” jelasnya.

Dijelaskannya, dari fakta dan data terdapat kesenjangan antara idealita budaya pendidikan pesantren dan program gerakan pesantren ramah anak dengan realitas yang terjadi di lapangan.

“Telah terjadi tindak kekerasan, diskriminasi dan perbuatan yang bertentangan dengan nilai nilai ramah anak sehingga berakibat terhambatnya tumbuh kembang anak didik terutama secara psikologis,” jelas Dosen Universitas Deztron Indonesia itu.

Persebaran kasus kekerasan di lingkungan ponpes di Indonesia, terang Albert, sejak tahun 2017- 2019 ditunjukkan dengan jumlah korban untuk laki-laki sebanyak 47%, perempuan sebanyak 53%.

“Jumlah pelaku laki-laki sebanyak 98% dan jumlah pelaku perempuan sebanyak 2%,” ungkap Albert yang juga  pengasuh Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padangpanjang.

Albert menambahkan, terdapat beberapa insiden kekerasan yang diketahui berujung pada kematian di pesantren dalam beberapa tahun terakhir. Pelaku dalam empat kasus kekerasan itu, lanjutnya, adalah teman sebaya korban alias teman seangkatan.

“Penyebabnya juga serupa, yaitu karena korban diduga mencuri  uang, ponsel, pakaian, dan ragam barang lainnya,” imbuhnya.

Melalui disertasinya, Albert mengembangkan model pelatihan untuk pengelola pesantren ramah anak dengan nama Model PE-ADI. Model PE-ADI, jelasnya, adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan dengan melakukan empat tahapan PE-ADI, singkatan untuk Pemahaman, Eksplorasi, Aktualisasi, Demonstrasi, dan Improvisasi.

“Kehadiran Model PE-ADI ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelatihan untuk pengelola pesantren  dalm upaya mewujudkan pesantren yang bermartabat, aman, dan nyaman bagi anak,” harapnya. (Kontributor: IN)

Blibli.com
Blibli.com