JAKARTA – Di era digital 5.0 yang penuh disrupsi, bahasa bukan hanya alat komunikasi, melainkan cerminan karakter dan identitas bangsa.
Hal ini menjadi sorotan utama dalam Seminar Kebahasaan bertajuk “Peran Bahasa dalam Meningkatkan Karakter Berbahasa di Era 5.0” yang digelar di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Acara ini menghadirkan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafidz Muksin, sebagai pembicara utama.
Hafidz mengajak generasi muda untuk lebih sadar akan dampak penggunaan bahasa gaul yang kian mendominasi percakapan sehari-hari. Ia menegaskan pentingnya membentuk karakter berbahasa yang santun, inklusif, dan kritis, dimulai dari lingkungan pendidikan dan media sosial.
“Bahasa gaul berkembang sangat cepat, tapi kita tak boleh kehilangan arah. Generasi muda harus punya kesadaran untuk berbahasa dengan etika dan makna,” ujar Hafidz, dalam keterangan tertulis, Kamis (8/5/2025).
Hafidz juga menyoroti peran bahasa sebagai bagian dari regulasi negara, merujuk pada UUD 1945, UU No. 24 Tahun 2009, dan Perpres No. 63 Tahun 2019.
Selain itu, ia memperkenalkan Superaplikasi Halo Bahasa sebagai platform digital yang mempermudah akses layanan kebahasaan dan menyarankan mahasiswa mengikuti Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai bagian dari pembinaan karakter.
Seminar ini menjadi ajang penting untuk mengingatkan, bahasa adalah instrumen pembentuk karakter yang dapat memperkuat daya saing bangsa, terutama saat generasi muda dihadapkan pada tantangan arus informasi tanpa batas.
Aeni Nurhidayati, panitia seminar dari HIMANESIA UMJ, menambahkan bahwa forum ini juga dirancang untuk menguatkan kesadaran kritis mahasiswa terhadap fenomena bahasa di media sosial.
“Bahasa harus dilihat sebagai sarana berpikir, bukan sekadar alat komunikasi. Kami ingin mahasiswa mampu memilah mana bahasa yang membangun dan mana yang merusak karakter,” ungkap Aeni.
Sementara itu, Luluk Mukaromah, dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Tangerang, menekankan, pendidikan karakter berbahasa sebaiknya dimulai dari rumah dan lingkungan. “Bahasa adalah sistem sosial yang perlu dipraktikkan sesuai konteks. Santun, jelas, dan efektif,” ujarnya.
Semangat nasionalisme juga digaungkan melalui slogan Tri Gatra Bangun Bahasa: Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing. Seminar ini tidak hanya menjadi forum edukatif, tetapi juga pengingat bahwa karakter bangsa dibentuk dari tutur kata warganya.(infopublik)