
Bengkulu – Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek gelar Festival Komunitas Seni Media (FKSM).
Gelaran yang dibuka Rabu (5/10) lalu yang berlokasi di Taman Budaya Bengkulu itu, bekerja sama dengan ARCOLABS, UPTD Taman Budaya Bengkulu, dan Asosiasi Seniman Bengkulu.
Festival akan berlangsung sampai 12 Oktober 2022 tersebut, memuat kegiatan berupa pameran seni media, pentas pertunjukan silang-media, dan serangkaian kegiatan edukasi bagi publik umum dan pelajar di Bengkulu.
Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, para pelaku seni media dengan berbagai kemungkinan mediumnya ini tidak lagi hanya berbicara dalam satu perspektif teknologi, tetapi juga membuka wacana baru mengenai keselarasan manusia berteknologi dengan dirinya sendiri, masyarakat, dan alam.
“Karya-karya ini sudah bukan lagi berfokus pada sebuah diskursus daerah saja, melainkan telah menjadi karya-karya yang juga merespons sebuah fenomena global,” ujarnya, Rabu (5/10).
Pemilihan karya dan komunitas tersebut berangkat dari kerangka kurasi “Medi(t)asi Ritus/Rute,” yang bertumpu pada pembacaan atas kehadiran media dan teknologi yang semakin luas dan tajam dalam membentuk praktik hidup sehari-hari dan relasi-relasi sosial, baik dalam konteks lokal (Bengkulu) maupun konteks global (Indonesia dan dunia luas).
Konvergensi media membuka jalan pada praktik kerja lintas disiplin sebagai cermin dari semangat inklusif. Berangkat dari gagasan kuratorial ini, FKSM “Medi(t)asi Ritus/Rute” mempertemukan berbagai praktik produksi pengetahuan dari beragam komunitas dan kumpulan individu yang banyak bekerja dengan pendekatan teknologis dan silang-media.
Kurator pameran, Sudjud Dartanto menjelaskan bahwa seni merupakan moda produksi pengetahuan yang lahir dari refleksi mendalam, sebagaimana praktik meditasi.
“Dalam hal ini, identitas Bengkulu sebagai tempat juga terbentuk melalui mediasi teknologi dan budaya media. Pembentukan itu terjadi melalui berbagai rute mulai dari perjalanan, mobilitas, transit sosial dan budaya, serta ritus, (kemudian menjadi) memori kolektif masyarakat atau tradisi yang termanifestasikan dalam berbagai imajinasi sosial dan praktik hidup sehari-hari,” jelas Sudjud.
