Palu –Salah satu hal yang menarik dari program Kampus Mengajar adalah mahasiswa yang ditugaskan tidak hanya berasal dari program studi kependidikan.
Program ini dapat diikuti oleh mahasiswa dari program studi di luar bidang pendidikan, seperti hukum, ekonomi, manajemen, hingga ilmu sosial dan politik. Alumni Kampus Mengajar angkatan IV yang baru saja menyelesaikan penugasan berbagi cerita tentang pengalamannya selama empat bulan di sekolah dan berinteraksi dengan guru dan siswa.
Dari Kota Palu, Marsil Pangkelangi, mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Tadulako (Untad), menyebut bahwa Kampus Mengajar adalah pengalaman berharga dalam hidup.
“Secara pribadi, karena Saya bukan dari bidang pendidikan, pengalaman berharga sekali bisa mengajar di dalam kelas, berkolaborasi dengan guru-guru, dan mengesampingkan kepentingan pribadi dengan mengutamakan kebutuhan siswa,” ujar Marsil di kantor BPMP Sulawesi Tengah, usai mengikuti acara pelepasan mahasiswa Kampus Mengajar angkatan V oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Jumat lalu.
Mahasiswi semester 6 Untad ini ditugaskan di SMP Negeri 22 Palu. Di sekolah tersebut, Marsil bersama lima rekannya yang berasal dari jurusan berbeda menyatukan semangat untuk membantu para guru dalam mendidik 102 siswa. Dengan mengikuti Kampus Mengajar, Marsil mengaku kemampuan nonteknisnya meningkat.
“Jadi Kampus Mengajar ini sangat bagus, apalagi untuk mahasiswa seperti Saya yang kurang senang untuk mengikuti kegiatan berbentuk organisasi, dalam membangun softskills,” tuturnya.
Latar belakang pendidikan di bidang hukum tidak membuat Marsil berkecil hati dalam menjalankan penugasan. Walaupun di masa awal penugasan sempat ada kekhawatiran dan keraguan akan kemampuannya berhadapan dengan siswa.
“Hanya awalnya saja sempat takut, tapi setelah dijalani ternyata menyenangkan. Saya dipercaya mengajar mata pelajaran PKN, mulai dari penilaian sampai ke pemberian tugas akhir,” katanya.
Pengalaman Marsil di Kampus Mengajar juga semakin terasa menyenangkan, karena menurutnya dukungan dari kampus, orang tua, maupun sekolah tempat penugasan, sangat baik. Dari kampus ia mendapatkan konversi 20 sks tanpa ada masalah dan diberi nilai sempurna.
Selama penugasan, Marsil dan teman-teman satu timnya tinggal di rumah guru pamong yang berjarak 10 menit dari sekolah. Hal tersebut menjadi pilihan terbaik bagi Marsil karena antara sekolah dan rumahnya di Palu berjarak satu jam perjalanan.
“Medan yang kami tempuh jika harus berangkat dari rumah itu cukup rawan, karena di dekat sekolah itu ada pabrik yang banyak memiliki truk-truk besar di sepanjang jalan,” katanya.(SP)