WARTA PENDIDIKAN – Perjalanan ke Yogyakarta bersama Buya Yosmeri Yusuf, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, Deri Rizal selaku Sekretaris PDM Tanah Datar, Ari Prima dari Majelis Dikdasmen PWM Sumbar, dan saya sendiri, Nopil Asrianto, Wakil Sekretaris PDM Tanah Datar, bukan sekadar perjalanan biasa. Ini adalah perjalanan ruhani, perjalanan ketauhidan yang mempertemukan kerja, niat, dan aksi nyata.
Kami berangkat dalam agenda penandatanganan komitmen dan kerja sama Program Makan Bergizi Gratis yang diselenggarakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah. Program ini menjadi bentuk nyata kepedulian dan peran aktif Persyarikatan dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk memastikan masyarakat, terutama anak-anak, mendapatkan asupan bergizi yang layak. Namun, di balik tujuan formal itu, perjalanan ini membawa kami merenungi hakikat pengabdian dan keikhlasan.
Dalam perjalanan, kami berbincang tentang makna kehidupan dan nilai kemanusiaan. Buya Yosmeri mengutip pesan Rasulullah SAW, “Khairunnaas anfa’uhum linnas” — sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Kalimat itu meneguhkan keyakinan kami bahwa menjadi bagian dari Persyarikatan berarti siap menjadi pelayan umat, bukan untuk dipuji, tetapi untuk berbuat.
Muhammadiyah Sumatera Barat kini tengah bersiap mengoperasikan sebelas Dapur Umum Makan Bergizi Gratis, terdiri dari satu dapur di Lima Kaum di bawah koordinasi PDM Tanah Datar yang telah berjalan, sembilan dapur di bawah koordinasi PDM Dharmasraya, dan satu dapur lagi di bawah PDM Kota Padang yang segera beroperasi. Semua ini bukan pencapaian administratif, melainkan wujud nyata iman yang bergerak.
Sebagai bagian dari penyelenggara program ini, saya merasakan tanggung jawab yang besar. Bukan hanya tanggung jawab administratif, tetapi juga moral dan spiritual. Mengelola dapur bergizi gratis berarti menjaga kepercayaan umat, memastikan setiap makanan yang disajikan lahir dari niat suci, dikerjakan dengan disiplin, dan dibagikan dengan kasih. Setiap butir nasi yang dimasak dan setiap piring yang dihidangkan menjadi saksi bahwa kerja sosial bisa menjadi ibadah, bila dilakukan dengan rasa syukur dan mengharap ridho Allah SWT.

Dari perjalanan ini saya belajar, bahwa ketauhidan sejati bukan hanya dalam pengakuan lisan, tetapi dalam tindakan yang membawa manfaat. Bahwa rasa syukur tidak berhenti di ucapan, melainkan diwujudkan dengan bekerja nyata. Setiap dapur yang beroperasi bukan sekadar tempat memasak, melainkan ladang amal, tempat hati-hati yang ikhlas mengabdi tanpa pamrih.
Kami percaya, segala langkah kebaikan yang lahir dari niat tulus akan mendapat bimbingan Allah. Maka kami berdoa, semoga Allah SWT senantiasa menuntun langkah perjuangan ini, memberi kekuatan kepada seluruh penggerak Persyarikatan, dan menerima setiap amal kecil yang kami persembahkan sebagai bagian dari jihad kemanusiaan.
Semoga perjalanan ini menjadi saksi bahwa tauhid dan kemanusiaan tak pernah terpisah, sebab mengabdi kepada manusia adalah bentuk tertinggi dari cinta kepada Allah.(*)
Penulis: Nopil Asrianto (Wakil Sekretaris PDM Tanah Datar)

















