Pendekatan Metode Belajar Tuntas di Masa Pandemi dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Anekdot Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Batu Tahun Pelajaran 2020/2021

ARTIKEL ILMIAH526 Dilihat

WPdotCOM – Dalam pengajaran Bahasa Indonesia, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Ketiga aspek itu berturut-turut menyangkut ilmu pengetahuan, perasaan dan sikap, serta keterampilan atau kegiatan berbahasa. Ketiga aspek tersebut harus berimbang agar tujuan pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat dicapai. Kalau pengajaran bahasa terlalu banyak mengotak-atik segi gramatikal saja (teori), siswa akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu siswa dapat menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.

Sekarang ini pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah, menurut Mulyono Sumardi, ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia menyatakan bahwa, “Dalam dunia Pendidikan, keterampilan berbahasa Indonesia perlu mendapatkan tekanan yang lebih banyak lagi, mengingat kemampuan berbahasa Indonesia di kalangan pelajar ini juga disebabkan oleh kualitas guru, dari pihak lain munculnya anggapan bahwa setiap orang Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia. Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia kebahasaan Indonesia itu sendiri. (JS. Badudu. 1988: 74).

Sudah bukan rahasia lagi dan seolah-olah sudah menjadi asumsi umum bahwa hasil pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dari sekolah dasar sampai SMA kurang memuaskan. Masalah yang dimaksud adalah dilihat dari hasil ujian sebagai salah satu barometer keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut juga pernah penulis jumpai dalam beberapa kali pengalaman mengoreksi hasil ujian mengarang bahasa Indonesia siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Dari hasil karangan para siswa tersebut banyak sekali penulis jumpai kelemahan-kelemahan siswa dalam penguasaan unsur-unsur pembentuk karangan itu sendiri. Terlepas dari faktor-faktor lain dari kenyataan tersebut, kita dapat berasumsi bahwa pembelajaran bahasa Indonesia khususnya mengarang masih perlu mendapatkan perhatian lebih serius dari para guru bahasa Indonesia.

Pelajaran mengarang sebenarnya sangat penting diberikan kepada siswa untuk melatih menggunakan bahasa secara aktif. Disamping itu pengajaran mengarang di dalamnya secara otomatis mencakup banyak unsur kebahasaan termasuk kosa kata dan keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi dalam hal ini guru bahasa Indonesia dihadapkan pada dua masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi guru bahasa harus dapat menyelesaikan target kurikulum yang harus dicapai dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Sementara di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal untuk pelajaran mengarang seharusnya dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena diperlukan latihan- latihan yang cukup untuk memberikan siswa dalam karang-mengarang. Dari dua persoalan tersebut kiranya dibutuhkan kreativitas guru untuk mengatur sedemikian rupa sehingga materi pelajaran mengarang dapat diberikan semaksimal mungkin dengan tidak mengesampingkan materi yang lain.

Sekolah kita pada umumnya agak mengabaikan pelajaran mengarang. Ada beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem ujian yang biasanya menjabarkan soal-soal yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas yang terlalu besar dengan jumlah murid berkisar antara empat puluh sampai lima puluh orang.

Materi ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan motivasi guru bahasa mengajarkan materi mengarang hanya untuk dapat menjawab soal-soal ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang besar  konsekuensi  biasanya  guru  enggan  memberikan  pelajaran  mengarang, karena ia harus memeriksa hasil karangan siswa yang berjumlah mencapai empat puluh sampai lima puluh lembar, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus mengajar lebih dari satu kelas atau mengajar di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa empat puluh kali sekian lembar karangan. Oleh karena itu, tidak jarang guru yang menyuruh siswa mengarang hanya sebulan sekali atau bahkan sampai berbulan-bulan.

Di samping hal-hal tersebut di atas ada asumsi sebagian guru yang menganggap tugas mengarang yang diberikan kepada siswa terlalu memberatkan atau tugas itu terlalu berat untuk siswa, sehingga ia merasa kasihan memberikan beban berat tersebut kepada siswa. Guru terlalu pesimis dengan kemampuan siswa. Asumsi tersebut tidak bisa dibenarkan, karena justru dengan seringnya latihan-latihan yang diberikan akan membuat siswa terbiasa dengan hal itu. Berdasarkan paparan tersebut di atas maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul “Pendekatan Metode Belajar Tuntas di Masa Pandemi dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Anekdot Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Batu Tahun Pelajaran 2020/2021”.

Blibli.com
Blibli.com