
WPdotCOM, Bandung – Pandemi yang telah melanda dunia saat ini tentu membuat banyak akibat dari berbagai sektor, tidak ketinggalan dalam hal ini adalah dunia pendidikan. Pembelajaran yang tadinya dilakukan secara tatap muka, sekarang mau tidak mau harus diselenggarakan secara PJJ (Pembelajaran Jarak jauh). Kebijakan seperti ini konon banyak plus dan minusnya.
Seperti yang kita ketahui, PJJ adalah pembelajaran yang full menggunakan akses internet. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua daerah gampang dan mudah untuk akses internet, belum lagi minimnya pendukung lainnya bagi pengguna akses itu sendiri.
Saat ini, sangat sering kita dengar harapan siswa ataupun orang tua, ‘kapan ya aku bisa sekolah lagi seperti dulu, bertemu dengan teman, guru serta yang lainnya.’ Kerinduan mereka agar bisa sekolah sudah sangat mereka harapkan.
Namun penularan Covid-19 masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan. Angka penularan masih saja terjadi dengan jumlah yang terus naik. Sehingga wajar manakala pemerintah belum memperbolehkan adanya sekolah tatap muka secara langsung.
Bukan itu saja, banyak juga orang tua belum rela melepas anaknya kembali ke sekolah. Sehingga sampai saat ini, tatap muka belum bisa dilaksanakan dikarenakan salah satu izin yang harus ditempuh di antaranya adalah izin dari orang tua itu sendiri, selain izin lainnya.
“Sejak pandemi covid-19 melanda dunia, memporak-porandakan tatanan yang sudah tersusun dan teragenda dengan rapi. Apapun itu, baik sektor industri, parawisata, ekonomi, maupun pendidikan. Betapa tidak, sudah hampir satu tahun sekolah tidak ada kegiatan sama sekali khususnya kegiatan pembelajaran seperti biasanya yaitu adanya kegiatan praktek bersama, kerja kelompok, ataupun lainnya. Hal ini semua ditiadakan karena dianggap berisiko percepatan penularan covid-19 itu sendiri. Sehingga sampai saat ini kita masih belum bisa mengadakan secara langsung kegiatan tatap muka,” papar Hj. Ratna Dewi Kasubag TU SMKN 7 Baleendah saat ditemui di kantornya ketika melayani orang tua siswa yang datang ke sekolah pada saat itu.
“Kalau saya ditanya apa harapan dunia pendidikan saat ini, tentunya kami berharap agar pandemi ini cepat berlalu dan kami bisa sekolah lagi seperti biasa lagi. Sebab kita juga kasian kalau lihat anak anak kelas 10 khususnya, sejak mereka diterima menjadi siswa SMKN 7 Baleendah tapi belum sekalipun mereka datang dan sekolah dan belum tahu siapa saja teman mereka, siapa guru mereka dan seperti apa sekolah mereka itu sendiri, mereka belum tahu sama sekali,” imbuhnya.
Namun dalam hal ini, sambungnya lagi, sangat berharap kepada pemerintah terkait sebagaimana dengan rencana dari pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama 4 Menteri tentang protokol dan tatacara pelaksanaan sekolah tatap muka yang katanya akan dilaksanakan awal tahun 2021, bahwa setiap sekolah yang sudah siap untuk melaksanakan KBM tatap muka agar bisa melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat.
“Tentunya kami juga akan menyiapkan semua itu jika memang dalam hal ini kami sudah ada izin dan persetujuan dari semua pihak. Kita di sini hanya pelaksana, dalam hal ini pemerintah dan orang tua siswalah yang paling berperan dalam mengambil keputusan,” ungkap ibu yang masih cantik di usia emas saat ini.
Ketika ditanya lagi dalam hal pelaksanaan PJJ yang konon katanya masih ada siswa yang tidak bisa mengikuti secara penuh karena banyak hal, seperti tidak adanya gawai, sinyal di daerah mereka kurang baik, Hj. Dewi juga memaparkan, hal tersebut bukanlah suatu kendala.
“Sekolah mempersiapkan mereka untuk datang ke sekolah dan memanfaatkan sarana yang ada di sekolah, tapi dengan catatan bergilir dan hanya boleh beberapa siswa saja agar tidak adanya kerumunan. Jadi semua itu bukanlah alasan bagi mereka untuk tidak mengikuti KBM PJJ,” tegasnya.
Ditanya juga, apa harapannya dengan kondisi saat ini yang mana setiap tenaga pendidik dan kependidikan semua harus mengikuti tes rapid bilamana nantinya akan ada tatap muka, Hj. Ratna Dewi menyambut baik semua itu. Namun dia berharap kalau bisa khususnya untuk dunia pendidikan dalam hal tes rapid itu nantinya digratiskan murni, tidak dikenakan pungutan biaya bagi para guru ataupun pelaku pendidikan lainnya.
“Soal darimana biaya itu diambil? Silahkan bagaimana baiknya sang penentu kebijakan itu sendiri. Intinya Semoga saja ada kebijakan terbaik buat dunia pendidikan, dan semua ini cepat berlalu,” harap Hj. Ratna mengahiri. (YD)
