
Jakarta – Rencana transformasi digital di lingkungan perguruan tinggi kerap tersendat bahkan terhenti total sehingga menjadi sekadar wacana semata. Sejumlah faktor menjadi menyebabnya, salah satunya adalah hambatan infrastruktur.
Mencetak generasi bangsa yang mampu bersaing di era digital seperti saat ini, memerlukan dukungan fasilitas teknologi dan jaringan internet yang mumpuni. Ada berbagai manfaat yang menanti para pengguna teknologi, mulai dari kemampuan untuk mengakses berbagai macam pengetahuan, buku, hingga membantu pengelolaan kampus.
Oleh karena itu, tak sedikit perguruan tinggi yang telah mencanangkan transformasi digital di kampusnya. Namun, CEO SEVIMA Sugianto Halim mengungkapkan, rencana digitalisasi tak jarang berhenti menjadi wacana karena satu hal: masalah infrastuktur.
Terlebih bagi perguruan tinggi yang ada di luar pulau Jawa yang infrastrukturnya masih minim. Menurut Sugianto. permasalahan perguruan tinggi kalau dilihat secara umum banyak faktor yang menjadi kendala adalah infrastruktur digital.
“Di Pulau Jawa mungkin sudah oke, kalau di luar Jawa beda cerita. Jangankan internet, listrik saja ada yang tidak sampai 24 jam. Hal ini menghambat kampus untuk melakukan digitalisasi dan mengembangkan sistem akademik yang terintegrasi,” kata Halim dalam keterangannya, Jumat (14/10) lalu.
Cloud Jadi Solusi Kendala Infrastuktur
Walaupun masalah infrastuktur adalah masalah besar dan sudah terjadi sejak lama di Indonesia. Namun Halim mengungkapkan, bukan berarti hal ini tidak ada solusinya.
Salah satu solusi tersebut menurut Halim adalah sistem akademik berbasis cloud (komputasi awan). Dengan sistem akademik berbasis cloud, data dan aplikasi perguruan tinggi seolah-olah akan disimpan di awan.
Awan tersebut berupa kumpulan server dari penyedia layanan Cloud, yang telah terjamin jaringan infrastuktur, listrik, serta keamanan datanya. Sehingga perguruan tinggi bisa memiliki sistem akademik tanpa perlu harus mengembangkan server dan infrastuktur jaringannya sendiri.
