Jakarta — Terjadinya praktik perjokian di dunia akademik menjadi fenomena yang memprihatinkan.
Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki mengatakan, pembuatan karya ilmiah sebagai syarat memperoleh gelar guru besar, seharusnya berlandaskan pada kompetensi dan integritas yang bisa dipertanggungjawabkan.
Lebih lanjut, kasus perjokian ini mengingatkannya pada buku The Rise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia (Munculnya Kapitalisme Semu di Asia Tenggara) yang ditulis oleh Kunio Yoshihara.
Ia menjelaskan, kapitalisme semu adalah perilaku pelaku bisnis yang menumpuk-numpuk kekayaan yang didasarkan pada jaringan kroni yang dibangun dengan kalangan para birokrat.
Politisi Fraksi PAN itu mengatakan, perjokian yang dilakukan sejumlah akademisi dalam pembuatan karya ilmiah adalah mirip dengan kapitalisme semu.
“Negeri ini (sebenarnya) membutuhkan sarjana-sarjana yang autentik. Bukan mereka berusaha mengejar gelar akademis dengan cara-cara permisif, yang tidak didasarkan kepada moralitas intelektual dan budaya akademik yang kuat,” ungkap Zainuddin Maliki dalam keterangan tertulisnya, Selasa lalu.
Dari sudut pandangnya, akademisi yang bermoralitas permisif hanya akan melahirkan sarjana-sarjana dan guru-guru besar yang diragukan kompetensinya, akan tetapi juga integritasnya.
Sebagai Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, ia berharap jajaran petinggi perguruan tinggi segera menyadari praktik permisif ini sekaligus segera menghentikannya.
Sehingga, perguruan tinggi bisa mencetak manusia-manusia yang terdidik dan bermental kuat. “Percayalah bahwa negeri ini akan maju dan berada di halaman depan dalam pergeseran kekuatan Global dari Barat ke Asia, apabila negara ini dipimpin oleh manusia-manusia yang terdidik dan bermental kuat,” tegas Legislator Daerah Pemilihan Jawa Timur X itu. (parlementaria)