
WPdotCOM — Sejak tahun 2006 hingga sekarang, saya mendapat amanah untuk membimbing siswa-siswi di SDN Bandulan 5 tercinta. Berbagai permasalahan yang terjadi ketika masuk pada kegiatan PPDB sudah berulangkali dilalui bersama rekan lainnya.
Salah satu permasalahan itu adalah, himbauan dari Dinas Pendidikan untuk menerima siswa dengan kondisi apapun. Termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), khususnya bagi SD konvensional. Apalagi siswa yang bersangkutan sudah memasuki usia sekolah dan berdomisili di lingkungan sekolah.
Karena itu, maka kami dewan guru SDN Bandulan 5 mengikuti apa yang menjadi kebijakan Dinas tersebut. Di dukung dengan pertimbangan, jumlah siswa pendaftar yang belum memenuhi kuota, dan rasa empati kami. Karena sebagian besar wali murid yang mendaftar adalah dari kalangan ekonomi bawah.
Namun seiring berjalannya waktu, ternyata dalam proses kegiatan belajar ada beberapa kendala yang penulis alami. Awalnya secara pribadi merasa jenuh dengan keberadaan siswa tersebut. Karena dengan strategi apapun yang diberikan, ternyata belum ada sedikitpun perkembangan kemampuan siswa bersangkutan. Bahkan mereka cenderung mengganggu kegiatan belajar teman-temannya.
Ketika ada kunjungan dari penilik sekolah, persoalan ini pun diutarakan, terkait apa yang menjadi kendala dalam menangani ABK tersebut. Tetapi apa yang menjadi jawaban dari bapak penilik sekolah itu sangatlah membuat penulis terkejut. “Ibu lebih tahu kondisi siswa ibu daripada saya, dan saya percaya ibu bisa melakukannya.”
Di lain waktu, ada penilik sekolah baru yang datang melihat kegiatan belajar siswa. Pertanyaan yang sama saya ajukan kepada beliau. Beliau menyarankan kami koordinasi dengan beberapa SD yang memiliki siswa ABK. Kebetulan ketika penulis mengikuti workshop tentang ABK, penulis bertemu dengan saah satu guru pembimbing ABK dari SD Sumbersari 1. Penulis utarakan apa yang jadi salah satu masalah di SD kami tercinta. Ada angin segar bagi penulis, ternyata beliau merespon untuk datang ke sekolah kami.
Waktu yang penulis tunggu pun tiba. Tiga kali guru pembimbing ABK dari SDN Sumbersari 1 datang ke sekolah kami. Setelah pertemuan yang ketiga, penulis tunggu-tunggu kedatangannya untuk membantu kami memberikan solusi dalam membimbing siswa kami. Ternyata kedatangan mereka hanya melihat kondisi riil dan menyarankan agar berbicara dengan wali siswa yang bersangkutan untuk menindaklanjutinya dengan tes di UNMER.
Apa yang menjadi saran dari beliau, penulis sampaikan kepada wali siswa. Ternyata wali siswa kurang merespon. Sehingga tetaplah itu menjadi masalah bagi kami.Tapi seiring berjalannya waktu, terbukalah hati nurani penulis. Bahwa Tuhan menciptakan manusia itu tidak ada satupun persamaan. Walaupun itu anak kembar. Penulis ingin mencoba dengan hati yang ikhlas menerima apapun kondisi siswa yang kita terima. Mungkin melalui mereka, Tuhan menguji kesabaran penulis.
Setiap berangkat ke sekolah, penulis niatkan untuk menjalankan profesi yang Tuhan amanahkan semata-mata mengharap ridhoNya. Setiap menghadapi mereka, penulis ajak berbicara dari hati ke hati mulai dari keluarga, kegiatannya di rumah bersama keluarga, dan apa yang membuat mereka sesuatu yang menyenangkan. Dengan aktifitas yang mereka inginkan yang membuat mereka senang, ternyata membantu penulis sedikit banyak memecahkan masalah yang penulis hadapi.
Mereka mulai bisa bersosialisasi dengan teman. Dan yang membuat penulis bersyukur ternyata dengan pendekatan kasih sayang, bisa merubah imej kita bahwa mereka hanya akan menjadi masalah, khususnya dalam meningkatkan kemampuan akademik. Contoh yang sekarang penulis alami, ada 1 siswa yang awal masuk tidak respon jika diajak berkomunikasi, apalagi perkembangan akademiknya. Tapi dengan pendekatan bercerita yang ia suka, sedikit demi sedikit mulai bisa membaca dan menulis kata-kata sederhana.
Kita harus sadar bahwa pendidikan yang kita berikan untuk siswa-siswi tidak hanya kemampuan akademik. Tapi sesuai dengan harapan Kurikulum 2013 yang disempurnakan dengan kurikulum 2016, bahwa penilaian pengembangan kemampuan peserta didik tidak hanya mengarah pada kemampuan kognitif (pengetahuan), tapi juga mengarah pada kemampuan spiritual, sosial, dan keterampilan. Apabila kita ikhlas membimbing mereka yang di mata kita memiliki kekurangan, penulis percaya di balik kekurangan mereka ada kelebihan yang Tuhan berikan.
Penulis: Eko Nur Tjahyowati (Guru SD Negeri Bandulan 5 Kota Malang)
