Agar Dialektika Tetap Terjaga

Shopee Indonesia
Shopee Indonesia

Terjemah bebasnya, …”pendapat saya paling benar (selagi anda tidak dapat membantahnya) tapi mungkin saja salah, dan pendapat anda salah (selagi tidak bisa menampilkan bukti meyakinkan saya) tapi mungkin saja benar, dan hanya Allah Yang Maha Tahu tentang kebenarannya”. Indah sekali, tidak ada yang merasa paling benar sekalipun mereka para pakar.

Jadi dari dulunya bangsa ini adalah bangsa penyuka ide, penikmat pemikiran. Luar biasa, sekalipun dalam kondisi terjajah. Kini debat terjadi hampir setiap hari, setiap stasiun televisi berlomba menampilkan debat yang paling menarik perhatian pemirsa. Lebih dan kurangnya adalah keniscayaan.

Kita makin tersadarkan bahwa kebenaran kita, kelompok kita, tidaklah absolut. Akan diuji oleh orang lain, kelompok lain. Dan waktu akan membuktikan kebenarannya pada akhirnya.

Shopee Indonesia

Jika anda, kita, mengunci dialektika dengan moto kamilah yang paling benar, atau kalau dari kelompok kami, organisasi kami, partai kami, jamaah kami, pasti benar, maka anda, kita, menyelisihi tradisi keilmuan bangsa kita sendiri. Kita mundur entah kemana , tidak tercatat dalam sejarah bangsa kita punya era itu, era monopoli kebenaran.

Era setelah itu Orla, Orba, mencoba memonopoli kebenaran semuanya. Kini sudah terkubur . Fasisme, nazisme, komunisme juga telah terkubur di rahim dan tanah kelahirannya sendiri. Karena itu tadi, kita manusia  cepat tersadar dari hipnotisme. Seperti pada game tadi, kembali pada kebenaran dan ketersadaran.

Jadi kalau sampai anda, kita atau entitas kita merasa paling benar, mesti ada yang salah. Matinya dialektika merugikan kita sebagai sebuah  bangsa. Berikan hak  semua  anak bangsa  untuk berkontribusi, berpartisipasi, berkolaborasi dalam membangun peradaban bangsa.

Dalam sebuah diskusi baru- baru ini dengan Muhammad Syahfan Badri Sampurno. Beliau menceritakan seorang konglomerat dari etnis Tionghoa. Setiap bulan mengaji  450ribu karyawannya di seluruh Indonesia. Ini berarti sang konglomerat menjadi jalan rezeki bagi setidaknya 1,3 juta rakyat Indonesia. Itu kalau dihitung keluarga paling kecil, suami,  istri plus satu anak. Kemungkinan besarnya lebih, sebab kita tidak mengenal pembatasan satu keluarga satu anak seperti di Tiongkok. Mungkinkah pendapat orang seperti ini  kita abaikan? Kita saja baru bisa menjadi jalan rezeki bagi anak dan istri sendiri. Bahkan kadang anak dan istri ikut serta mangais rezeki. Wallahu a’lam, semoga berguna. (*)

Penulis: Kurniawan

Blibli.com
Shopee Indonesia