WPdotCOM – Pagi yang cerah, terlihat wajah-wajah ceria dengan senyum yang lebar saling meyapa saat sampai di gerbang sekolah. Merekalah siswa di tempat penulis mengajar.
Semangat ‘45’ mereka datang ke sekolah untuk menuai ilmu, demi bekal hidup di masa depan, tergambar utuh. Semua menunggu di depan kelas setelah bel dibunyikan. Guru-guru pun menuju kelas kami masing-masing. Satu persatu masuk sambil bersalaman dengan wajah gembira.
Sesampainya di kelas, berdo’a bersama adalah rutinitas yang selalu dilakukan. Mengecek kehadiran mereka menjadi bagian terpenting pula bagi guru-guru saat itu, dan dilanjutkan dengan membahas materi pelajaran.
Begitulah gambaran kegiatan sekolah setiap hari yang dijalani. Sampai tiba saatnya semua pelaku pendidikan mendapat perintah dari Pemerintah Daerah untuk menghentikan semua kegiatan berkumpul, termasuk sekolah tatap muka, dan menggantinya dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), akibat dari pandemic Covid-19 yang merbak ke seluruh lini kehidupan masyarakat.
PJJ dimulai sejak bulan Maret 2020. Dengan semua keterbatasan, guru tetap berusaha agar proses belajar mengajar tetap terlaksana. Salah satu media yang cepat bisa dimanfaatkan adalah komunikasi melalui media gadget. Aplikasi yang jamak dipakai adalah WhatsApp.
Mulailah masing-masing guru membuat grup-grup WhatsApp untuk setiap lokal yang diampu. Dan banyak cerita yang muncul dari sini. Permasalahan pun muncul karena tidak semua siswa yang orang tuanya memiliki smartphone. Sinyal yang tidak dapat dijangkau, dan siswa yang memiliki banyak saudara di usia sekolah, turut memperberat persoalan. Bagi mereka yang tidak punya smartphone, ada yang berusaha dengan cara apapun untuk membeli nya, termasuk harus menjual ternak.
Proses Belajar Mengajar jelas sangat terganggu. Banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas dengan berbagai alasan. Sebagian mereka merasa kurang motivasi untuk belajar, karena pengawasan memang sulit dilakukan. Masalah lain juga bermunculan, keluhan orang tua siswa juga berdatangan karena sulit mengawasi anak mereka belajar. Walaupun dengan sendirinya terlihat ada dampak positifnya, semakin berartinya fungsi guru yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.
Seiring perubahan waktu, siswa boleh ke sekolah tapi tidak boleh menumpuk, menghindari kerumunan. Sehingga diambillah kebijakan untuk pembelajaran menggunakan system luar jaringan (luring) dengan cara menjemput tugas ke sekolah bagi siswa yang tidak memiliki gadget. Tetapi itu juga masih menimbulkan masalah, di mana tidak semua siswa yang tidak memiliki HP yang mau datang ke sekolah untuk menjemput tugas.
Sehingga, untuk semester itu, guru BK harus menjelajah ke rumah-rumah siswa. Berharap kondisi ini akan berlalu di semester itu saja. Tapi, apa mau dikata, ternyata kondisi ini berlanjut sampai semester berikutnya. Bahkan, hampir satu semester masih belum juga bisa belajar tatap muka di tahun pelajaran baru.
Alhamdulillah, sekarang sudah mulai dirancang pembelajaran tatap muka untuk semester depan. Semoga terlaksana, walaupun dengan syarat yang begitu banyak yang harus dipenuhi. (*)
Penulis: Masnidayati, S.Pd (Guru SMP Negeri 2 Batusangkar, Tanah Datar)